Manusia, Alam, dan Inovasi Teknologi Diharapkan Harmoni dalam Pembahasan RUU Kepariwisataan
Anggota Komisi X DPR RI Ratih Mega Singkarru. Foto: Dep/nr
Anggota Komisi X DPR RI Ratih Mega Singkarru berharap revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan bisa menciptakan harmoni antara manusia, alam, dan inovasi teknologi. Jika aspek tersebut tidak dipertimbangkan, dirinya khawatir hasil revisi undang-undang tersebut nantinya melahirkan regulasi yang tidak mendukung percepatan revitalisasi pariwisata Indonesia.
“Bukan berarti kita tidak mengakui kehadiran teknologi. Karena memang, (kondisi) kita sangat tidak bisa. Menurut saya, memang (revisi) undang-undang ini sifatnya harus sangat visioner karena memang perubahan yang kita alami ini cepat. Sehingga, perlu ada sejumlah batasan yang diatur jadi teknologi dan manusia ini bisa tetap harmoni dan berjalan bersama tanpa harus ada merasa yang dirugikan,” tutur Ratih dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi X DPR RI dengan para Pakar Branding Pariwisata di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Walaupun begitu, Politisi Fraksi Partai Nasional Demokrat (F-NasDem) itu menekankan revisi undang-undang tersebut bukan sebuah ancaman. Melainkan, menurutnya, bukti kemauan bangsa Indonesia untuk beradaptasi dengan inovasi teknologi agar potensi besar pariwisata Indonesia terbuka. Oleh karena itu, sebagai undang-undang yang dianggap visioner, elemen manusia, alam, dan inovasi teknologi harus dibuat selaras menuju tujuan yang sama.
“Yang butuh kita pertimbangkan, sebenarnya sejauh mana nantinya kita harus menyiapkan regulasi dan perundangan yang memang memberikan batasan-batasan, sehingga memang nanti tercipta harmoni antara mesin komputerisasi dan AI dengan kehidupan kita. Jadi, saat membuat undang-undang ini, (pihak-pihak yang terdampak oleh undang-undang tersebut) tidak merasa terancam,” imbuhnya.
Senada, Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira merasa optimistis dengan dukungan inovasi teknologi demi mempercepat revitalisasi pariwisata Indonesia. Walaupun begitu, mengingat inovasi teknologi bergerak sangat cepat dibandingkan regulasi, ia mengingatkan agar selama revisi undang-undang tersebut juga mempertimbangkan aspek antisipasi dalam menghadapi konflik akibat dampak perubahan teknologi.
“Perkembangan teknologi ini kan begitu cepat, jujur kita akui membantu banyak hal dalam hidup kita termasuk untuk urusan pariwisata ini. Cuma memang satu hal yang berkaitan dengan UU ini, kecepatan teknologi itu pasti lebih cepat dari regulasi. Teknis pembuatan (revisi) UU (Kepariwisataan) itu harus mengantisipasi banyak hal. Jangan sampai ketika sudah diatur, menjadi tidak aktual lagi dengan teknologi yang berkembang zaman itu. Sehingga, perlu merumuskan secara pas,” tutup politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu. (ts/rdn)