PNBP Laut Melimpah, tapi Nelayan Tetap Miskin dan Angka ‘Stunting’ Tinggi

22-02-2022 / KOMISI IV
Anggota Komisi IV DPR RI Slamet. Foto: Arief/nvl

 

 

Anggota Komisi IV DPR RI Slamet meminta agar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Tarif PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan ditinjau ulang karena memberatkan nelayan. Ia mempertanyakan tanggung jawab Menteri Kelautan dan Perikanan terhadap manfaat peningkatan PNBP terhadap APBN KKP dan nelayan itu sendiri. 

 

“Saya mencatat APBN KKP terus mengalami penurunan dari sejak tahun 2016 dari pagu Rp10,61 triliun, Rp9,14 triliun, Rp7,63 triliun, Rp5,51 triliun, hingga Rp4,77 triliun di tahun 2021. Ini sangat mengherankan kenapa Menteri KP membiarkan PNBP hasil jerih payahnya pergi ke sektor lain. Bagaimana merealisasikan janji PNBP akan dikembalikan kepada nelayan kecil," kata Slamet dalam keterangan persnya, Selasa (22/2/2022).

 

Dikatakan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, nilai tukar nelayan (NTN) berjalan datar dari tahun 2014 NTN 104,63 lalu naik 1 persen, 2 persen lalu dijatuhkan turun 10 persen di tahun 2020, lalu naik menjadi 107 di tahun 2021. Seolah angka NTN dapat dibuat dengan mudah sesuai situasi politis. Kenyataan riil di lapangan nelayan kita hidup susah, banyak di antaranya yang berhenti menjadi nelayan. Sementara PNBP naik terus setiap tahun rata-rata sebesar 76,97 persen sejak tahun 2015. 

 

"Di lain sisi nelayan dihadapkan pada masalah kenaikan harga BBM yang terus menerus, dampak Covid-19 menyebabkan harga ikan anjlok hingga 50 persen. Kemudian angka stunting masih sangat tinggi. Bank Pembangunan Asia (ADB) melaporkan angka stunting Balita Indonesia 31,8 persen tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Timor Leste 48,8 persen. Menurut WHO Indonesia penderita stunting tertinggi urutan ke 4 di dunia. Apakah tidak malu Pak Jokowi memperlakukan rakyatnya seperti ini," tandasnya.

 

Ia menyampaikan, angka konsumsi ikan bangsa Indonesia berada di angka 55,37 persen di tahun 2021, meningkat secara lambat dari angka 41,11 persen di tahun 2015. Seolah KKP mendesain peningkatan yang sangat minim untuk peningkatan Angka Konsumsi Ikan. "Berarti Menteri KP memang kurang memperhatikan kondisi nelayan dan rakyat itu sendiri. Kekayaan alam anugrah Tuhan tidak dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat dengan porsi yang wajar tapi lebih banyak disumbangkan ke sektor lain," pungkasnya. (dep/sf)

BERITA TERKAIT
Stok Beras Melimpah tapi Harga Tetap Mahal, Daniel Johan: Sangat Ironi!
15-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Belum lama ini Ombudsman RI yang mengungkap temuan adanya tumpukan beras impor tahun 2024 lalu yang sebagian...
Komisi IV Dorong Peningkatan Fasilitas dan Infrastruktur di PPI Tanjung Limau Bontang
13-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi IV DPR RI mendorong peningkatan fasilitas dan infrastruktur di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tanjung Limau, Kota...
Maros Strategis sebagai Sentra Produksi Beras Nasional
13-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Maros - Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Haryadi menegaskan bahwa Sulawesi Selatan, khususnya Kabupaten Maros, memegang peran...
Pupuk Kaltim Diminta Maksimalkan Manfaat untuk Petani Lokal dan Penyuluh
12-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Bontang - Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet, meminta PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) untuk meningkatkan kontribusi langsung bagi...