Misbakhun Minta DJKN Cermati Pengalihan Aset Dari BLBI

27-01-2022 / KOMISI XI
Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun. Foto: Mentari/nvl

 

Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai terdapat permainan obligor maupun debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam menguasai aset yang sebenarnya telah disita pemerintah. Ia meminta Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan mencermati praktik patgulipat obligor.

 

"Biasanya obligor maupun debitur BLBI menggunakan pihak lain sebagai kendaraan untuk kembali menguasai aset yang pernah dirampas negara," ujar Misbakhun dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DJKN Kemenkeu di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (27/1/2022).

 

Politisi Partai Golkar itu menjelaskan ada skema Master Settlement and Acquitition Agreement (MSAA) dan Master Refinancing and Note Issuance Agreement (MRNIA) untuk mengembalikan aset negara dalam rangka penyelesaian perkara BLBI.

 

Untuk itu, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) telah menyita berbagai aset dari obligor dan debitur BLBI. Setelah BPPN dibubarkan, berbagai sitaannya diserahkan ke Perusahaan Pengelola Aset (PPA). “Sudah jelas ketentuannya bahwa tidak boleh pemilik lama itu menjadi pemilik kembali dari aset, tetapi proses vehicling terjadi,” katanya.

 

Misbakhun mencontohkan sebuah pabrik tekstil di Solo, Jawa Tengah, yang sebelumnya disita untuk pemulihan aset negara. Ternyata, pemilik lama bisa memiliki pabrik itu lagi. “Bagaimana mungkin setelah dibeli oleh seorang notaris, kembali kepada pemilik lamanya. Kalau pemerintah mau menuntut, itu bisa,” ujar Misbakhun.

 

Legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur II ini menegaskan negara mengeluarkan banyak uang untuk BLBI. Sebab, dana BLBI yang dikucurkan mencapai Rp600 triliun. “Menurut saya, perhatian yang lebih serius harus ditujukan ke soal itu,” ujar Misbakhun.

 

Ia menambahkan pemerintah dan BI masih menanggung beban pengucuran BLBI tersebut. Selain itu, pemerintah juga belum melunasi obligasi rekap ke BI yang bunganya 0,01 persen. “BI tidak bisa melakukan upaya-upaya lain selain menjadikan itu lindung nilai. Ini masalah yang sangat serius berkaitan beban utang kita,” pungkasnya. (tn/sf)

BERITA TERKAIT
Lonjakan Kenaikan PBB-P2 Dampak Pemangkasan DAU dan Tuntutan Kemandirian Fiskal
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Amin Ak menyoroti lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)...
Pidato Ambisius Presiden Harus Menjadi Nyata, Realistis, Terukur, dan Berpihak kepada Rakyat Kecil
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hanif Dhakiri mengatakan, pihaknya mendukung penuh target ekonomi Presiden Prabowo 2026...
Ekonomi Global Tak Menentu, Muhidin Optimistis Indonesia Kuat
15-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi global yang utamanya dipicu konflik di berbagai belahan dunia,...
BI Harus Gencar Sosialisasi Payment ID Demi Hindari Misinformasi Publik
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Balikpapan — Peluncuran Payment ID sebagai identitas tunggal transaksi digital terus disorot. Meskipun batal diluncurkan pada 17 Agustus 2025...