Komisi III Gali Masukan Substansi RUU Kejaksaan dari Beberapa Pakar

17-11-2021 / KOMISI III
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/11/2021). Foto: Fahmi/nvl

 

Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kejagung, Komisi Kejaksaan Agung RI, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Kontras, dan Direkstur Eksekutif Pusat Studi Hukum (PSHK) guna mendapatkan masukan dan pendapat mengenai substansi RUU tentang Perubahan atas UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

 

Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir mengatakan bahwa penugasan pembahasan RUU tentang Kejaksaan tersebut diserahkan kepada Komisi III DPR RI.

 

“Komisi III mendapatkan penugasan untuk dapat segera membahas RUU tentang Kejaksaan dalam Masa Sidang ke II Tahun Sidang 2021-2022. Atas dasar itu sebelum melakukan pembahasan RUU dimaksud kami mengundang narasumber guna mendengarkan pendapat dan pandangan yang berkaitan dengan substansi apa saja yang diperlukan dalam RUU tentang Kejaksaan,” tutur Adies di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/11/2021).

 

Sementara itu, narasumber dari Komisi Kejaksaan menyampaikan tujuh poin yang bisa dipertimbangkan oleh Komisi III DPR. Ketujuh poin tersebut yaitu Jaksa Agung Berasal dari Jaksa, Pencantuman Asas Dominus Litis, Pengecualian Jaksa dari ASN, Kewenangan Jaksa Agung Beracara di Mahkamah Konstitusi, Kewenangan Kejaksaan dalam Perampasan Aset, Kejaksaan sebagai Central Authority, dan Pengamanan terhadap Jaksa dan Keluarga.

 

“Jaksa Agung harus berasal dari Jaksa. Karena Kejaksaan adalah juga bagian dari Lembaga peradilan yang menjalankan fungsi eksekutif, maka pengangkatan Jaksa Agung harus menjadi hak prerogatif dari Presiden,” kata Ketua Komisi Kejaksaan.

 

Dikatakannya, Pasal 53 ayat (1) Statuta Roma menyatakan bahwa penyidik perkara pelanggaran HAM berat adalah Jaksa, sehingga apabila kewenangan tersebut dilakukan oleh bukan Jaksa, maka Pengadilan berpotensi menolak kasus tersebut.

 

“Jaksa Agung mewakili kepentingan Indonesia sebagai profesi Jaksa dalam International Association of Prosecutors (IAP), sehingga Jaksa Agung haruslah seorang Jaksa yang dapat mewakili Kejaksaan Republik Indonesia dalam pergaulan internasional,” ujarnya. (dep/es)

 

SAKSIKAN VIDEO TERKAIT : KOMISI III DPR RI RDPU DENGAN GURU BESAR FH UI, KOMISI KEJAKSAAN AGUNG, MAKI, PSHK


BERITA TERKAIT
DPR Tegaskan Guru Bukan Beban Negara, Usia Pensiun Tetap Ideal
21-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menegaskan bahwa guru merupakan aset bangsa yang harus terus didorong...
Aparat Diminta Tindak Tegas Pelaku TPPO Anak yang Dieksploitasi Jadi LC
20-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez merasa prihatin sekaligus geram menanggapi kasus eksploitasi seksual dan tindak...
Komisi III Minta KPK Perjelas Definisi OTT dalam Penindakan
20-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menekankan pentingnya kejelasan terminologi hukum yang digunakan Komisi Pemberantasan...
Martin Tumbelaka: KPK Harus Independen, Dorong Pencegahan dan Penindakan Korupsi
20-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Martin Tumbelaka menegaskan pentingnya menjaga independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekaligus mendorong...