Revisi KUHAP Jamin Prinsip Keadilan Restoratif dengan Mementingkan Aspirasi Masyarakat

07-11-2021 / KOMISI III
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani. Foto: Dok/Man

 

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menjelaskan bahwa revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bertujuan untuk menjamin prinsip-prinsip keadilan restoratif, yakni keadilan yang bertujuan untuk memulihkan kembali dan tidak hanya terfokus pada pemberian hukum kepada pelaku kejahatan, tetapi juga untuk menjamin pemulihan bagi korban yang terkena dampak kejahatan.

 

“Dengan demikian, keadilan restoratif ini juga kami tampakkan nanti di dalam pembahasan," ujar Arsul dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk 'Penyamaan Persepsi Aparat Penegak Hukum Terkait Penegakan Hukum Pidana dalam Perspektif Keadilan Restoratif' disiarkan secara langsung di kanal YouTube Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) RI, Kamis (4/11/2021) lalu.

 

Lebih lanjut dia mengungkapkan, DPR akan membicarakan naskah akademik dan draf revisi KUHAP setelah memperoleh koreksi dari masyarakat sipil dan membenahi kedua berkas tersebut. "Kami meminta beberapa teman masyarakat sipil untuk menjadi proofreader untuk memberikan masukan-masukan atas naskah akademik dan draf revisi KUHAP yang disiapkan oleh DPR," jelas Arsul.

 

Dalam paparannya, Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) ini juga menjelaskan bahwa revisi KUHAP bukan merupakan perubahan atau amendemen, melainkan penggantian dari KUHAP yang sudah ada. Akan tetapi, apabila terdapat norma-norma KUHAP yang tidak bermasalah, norma tersebut juga akan tercantum di dalam KUHAP yang baru.

 

Arsul juga mengatakan, bahwa DPR akan menginisiasi KUHAP, bahkan saat ini telah menyiapkan naskah akademik dan draf perubahannya. "Pada tahun depan, mestinya kami juga membahas RUU perubahan atau penggantian hukum acara pidana," kata legislator dapil Jawa Tengah X itu.

 

Ia menjelaskan bahwa yang melatarbelakangi inisiasi RKUHP oleh DPR adalah kesulitan pemerintah dalam menemukan satu kata atau satu suara dalam lingkup rumpun kekuasaan pemerintahan ketika akan menyusun naskah akademik dan draf perubahannya. Menurutnya kesulitan dalam menemukan satu kata memungkinkan untuk terjadi apabila terdapat perbedaan pandangan antara polisi dan kejaksaan, perbedaan pandangan antara kejaksaan dan KPK, juga perbedaan pandangan dengan berbagai lembaga lainnya.

 

Kemungkinan perbedaan pandangan tersebut yang mengakibatkan pemerintah, dalam hal ini diwakili Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly selaku koordinator legislasi pemerintah, menjalin kesepakatan dengan DPR agar revisi KUHAP akan diinisiasi oleh DPR. "Kalau DPR yang menyusun naskah akademik, menyusun draf RUU, kami tidak perlu, misalnya, diparaf dahulu naskahnya oleh Polri, kejaksaan, atau oleh KPK," ungkap Arsul.

 

Arsul menambahkan, bahwa Komisi III DPR RI meminta kepada dirinya untuk menjadi koordinator untuk sejumlah masyarakat sipil guna menjadi korektor atas naskah akademik dan draf revisi KUHAP yang telah disiapkan oleh DPR. (eko/sf)

BERITA TERKAIT
Aparat Diminta Tindak Tegas Pelaku TPPO Anak yang Dieksploitasi Jadi LC
20-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez merasa prihatin sekaligus geram menanggapi kasus eksploitasi seksual dan tindak...
Komisi III Minta KPK Perjelas Definisi OTT dalam Penindakan
20-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menekankan pentingnya kejelasan terminologi hukum yang digunakan Komisi Pemberantasan...
Martin Tumbelaka: KPK Harus Independen, Dorong Pencegahan dan Penindakan Korupsi
20-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Martin Tumbelaka menegaskan pentingnya menjaga independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekaligus mendorong...
Rano Alfath Dorong Penguatan Kejaksaan untuk Pemulihan Aset Negara
20-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Rano Alfath menuturkan perampasan aset hasil tindak pidana korupsi dan pencucian...