Hindari Krisis Pangan, Pemerintah diminta Percepat Pola Tanam

01-05-2020 / KOMISI II
Anggota Komisi II DPR RI Hugua. Foto : Eot/Man

 

Mengamati kondisi pandemi Covid-19 yang belum menandakan adanya penurunan, Anggota Komisi II DPR RI Hugua meminta Pemerintah Indonesia, dalam hal ini instansi teknis, untuk segera mengambil langkah yakni dengan mempercepat pola tanam guna menghindari krisis pangan yang bisa saja terjadi.

 

"Kami memperkirakan hingga akhir Mei 2020 ini penyebaran Covid-19 masih tinggi, maka kemungkinan masa tanggap darurat akan diperpanjang hingga Agustus atau September 2020. Meskipun data statistik menyebutkan hingga Juni 2020 stok pangan khusus beras masih cukup aman," kata Hugua dalam keterangan persnya, Jumat (1/5/2020).

 

Politisi PDI Perjuangan dapil Sultra itu mengungkapkan, setelah Juni 2020 bisa jadi negara akan menghadapi kekurangan pangan, sehingga hal ini harus diantisipasi dengan serius karena seluruh energi bangsa saat ini terkuras habis pada kegiatan medis dan non-medis melawan Covid-19.

 

"Meskipun pemerintah pusat telah mengeluarkan stimulus untuk membantu petani khususnya petani gurem, namun pasti belum sepenuhnya menyelesaikan ancaman kelangkaan pangan. Karena masalah utama yang dihadapi akibat Covid-19 adalah terganggunya rantai distribusi logistik secara nasional," tambah Hugua.

 

Ia mengingatkan bahwa dengan ketatnya penerapan protokol kesehatan seperti jaga jarak, tinggal di rumah, bekerja dari rumah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), menyebabkan terganggunya rantai distribusi barang dan jasa, termasuk sarana dan prasarana produksi pertanian seperti pupuk, bibit dan obat-obatan.

 

"Soalnya ini pandemi global dan jika pandemi ini tidak menurun dalam 3-6 bulan ke depan, maka menurut Organisasi Pangan Dunia (FAO), dapat memicu krisis ekonomi dan krisis pangan global," ujarnya.

 

Hugua juga meminta kepada Mendagri untuk membuat kebijakan khusus guna mendorong pemerintah daerah bergotong royong bersama rakyat untuk berswasembada pangan, khususnya pangan non-beras seperti biji-bijian, umbi-umbian, sagu, palawija dan bahan pangan lokal lainnya.

 

"Pangan non-beras ini penting karena jenisnya sangat beragam, areanya lebih luas dari persawahan, mencakup seluruh provinsi, lebih mudah dikembangkan oleh petani dengan teknologi lokal serta dapat menerapkan saprodi lokal seperti pupuk organik, bibit lokal dan obat-obatan organik lokal buatan petani sendiri," katanya. Dengan demikian, walaupun terjadi gangguan rantai pasokan saprodi pertanian akibat pandemi Covid-19, tidak akan mengurangi hasil panen petani. (dep/es)

BERITA TERKAIT
Khozin Soroti Lonjakan PBB-P2, Dorong Pemerintah Pusat Respons Keresahan Masyarakat
19-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, menyoroti fenomena kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan...
Legislator Ingatkan Pemda Tak Gunakan Kenaikan Pajak untuk Dongkrak PAD
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menegaskan komitmennya dalam mengawasi kebijakan pemerintah daerah (pemda) yang berdampak...
Pemberhentian Kepala Daerah Ada Mekanisme yang Sudah Diatur Undang-Undang
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong menjelaskan bahwa untuk memberhentikan Kepala daerah sama dengan pengangkatannya,...
Situasi Pati Telah Kondusif, Saatnya Energi Pemda Fokus untuk Pembangunan
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Polemik yang terjadi di Pati mulai mereda, khususnya usai pembatalan kenaikan PBB dan permohonan maaf dari Bupati...