Bapemperda DPRD Purbalingga Diminta Kedepankan Riset dan Teori
Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI Inosentius Syamsul saat menerima audiensi Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kabupaten Purbalingga. Foto: Oji/rni
Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI Inosentius Syamsul menyatakan, secara urgensi dan kebutuhan yang ada, persoalan naskah akademik dalam penyusunan atau pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) ke depannya harus berdasarkan pada suatu riset dan teori yang kuat. Mengingat setiap kebijakan perlu ada dasar teori yang kuat juga berakar kepada praktik empiris yang ada, agar peraturan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan tepat sasaran.
“Ke depan, penyusunan peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada satu riset dan teori yang kuat, maka apa yang disebut dengan kebijakan yang berdasarkan theoretical empirical base itu penting dilakukan. Sehingga naskah akademik ini sebenarnya satu kebutuhan yang harus dilakukan oleh DPRD, walaupun di dalam UU dinyatakan tidak wajib,” katanya usai menerima audiensi Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kabupaten Purbalingga, terkait peran Bapemperda pada proses penyusunan perda, di Gedung Setjen dan BK DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (18/3/2019).
Sensi, biasa Inosentius Syamsul disapa menjelaskan, mengapa dahulu pembentukan naskah akademik dalam penyusunan dan pembahasan raperda tidak diwajibkan. Menurutnya, karena pertimbangan yang ada bukan karena naskah akademik itu dianggap penting atau tidak dalam penyusunan dan pembahasan raperda, namun semuanya lebih mempertimbangkan resources yang ada di daerah. Mengingat, kekhawatiran yang ada jika dahulu naskah akademik diwajibkan dalam penyusunan dan pembahasan raperda, ditakutkan tidak ada satupun perda yang dapat dihasilkan oleh Pemerintah Daerah.
“Tapi kalau di daerah sekarang, sekarang akademisi sudah banyak, bahkan budget kita sudah cukup. Saya kira kita harus melihatnya pada perspektif yang berbeda, sehingga naskah akademik itu penting,” paparnya sembari mengingatkan kepada DPRD Kabupaten Purbalingga untuk turut mengingatkan pemerintah daerahnya, agar mengeluarkan lebih dulu naskah akademiknya dibanding raperdanya. Mengingat yang ada saat ini adalah raperda sudah jadi lebih dulu sedangkan naskah akademiknya baru dibuat.
Sementara soal sosialisasi raperda sendiri, Sensi menegaskan bahwa sosialisasi raperda menjadi wajib hukumnya bagi DPRD maupun pemda, mengingat sosialisasi tersebut adalah hak daripada masyarakat daerahnya, agar masyarakat turut mengetahui dan terlibat dalam proses pembuatan raperda di daerah. “Soal sosialisasi raperda menurut saya pemerintah dan DPRD punya kewajiban. Kalau itu usul inisiatif DPRD, maka DPRD juga wajib melakukan sosialisasi,” tegasnya.
Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Purbalingga Ari Sudiarso berharap ke depannya pembentukan naskah akademik lebih dulu dibanding raperdanya, dan aturannya dapat segera diubah dan dirancang di dalam peraturan Bapemperda yang mendatang. Mengingat yang terjadi di DPRD Kabupaten Purbalingga saat ini adalah pihak DPRD kerap memohon untuk meminta naskah akademik kepada pemdanya.
“Di Purbalingga itu judul masuk dulu ke DPRD, tapi naskah akademik dari dewan harus sampai minta-minta kapan diberikan kepada kami, biar nanti segera kami dari DPRD untuk merancang pembahasan dan sebagainya. Karena di tahun 2019 sendiri untuk Bapemperda kita ada 23 perda, 14 itu murni 2019, akumulatif itu ada 3 dan lungsuran ada 6 raperda total 23,” tutupnya. (ndy/sf)