Spirit UU PA 1960 Jangan Sampai Hilang

11-03-2019 / KOMISI II
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron. Foto: Arief/rni

 

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron mengatakan bahwa spirit pasal 1 hingga pasal 15 Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) Tahun 1960 jangan sampai hilang.  Sebagai contoh yaitu pada pasal 9 UU PA 1960, hanya Warga Negara Indonesia (WNI) dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2.

 

Pernyataan itu disampaikannya saat memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk menerima masukan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanahan yang dihadiri DPP Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (DPP-PP REI), Pengurus Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP IPPAT), Direksi Kawasan Industri, serta Tim Panitia Kerja RUU Pertanahan dari pemerintah di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (11/3/2019).

 

“Pada pasal 2 berbunyi, atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat," jelas Herman.

 

Negara tentu tidak ingin melepas berbagai kepemilikan tanah kepada warga negara asing, tetapi menurut politisi partai demokrat itu, bisa dimungkinkan untuk memberikan sewa jangka panjang. Tentu saja titik berat dengan kepastian hukum terkait kepemilikan sewa jangka panjang itu harus jelas pengaturannya dalam UU.

 

Terkait kedudukan IPPAT, ia membandingkan dengan negara-negara yang maju seperti Belanda yang memiliki daratan kecil namun populasi penduduknya sekitar 17 juta jiwa. Fungsi pejabat pembuat akta tanah di negara tersebut sangat penting. Karena Pemerintah Belanda mengelola tanahnya melalui Kementerian Dalam Negeri, kemudian ada juga kadastral membidangi pertanahan juga berstatus sebagai bank tanah yang mengatur konsolidasi lahan.

 

“Sertifikat yang dikeluarkan oleh pemerintah pun itu hanya selembar dan kapan saja bisa di-print out di manapun berada, dengan jaminan bahwa si pembuat atau korporasi non government organization yang mengeluarkan terhadap legitimasi kepemilikan lahan itu statusnya sangat kuat," ungkap politisi Partai Demokrat itu.

 

Legitimasi pertanahan bukan ada di government melainkan ada di non government organization seperti kadastral. Untuk itu dibutuhkan penguatan ke dalam ini harus dilakukan gitu jangan kemudian banyak kasus mendelegitimasi terhadap keberadaan IPPAT. "Ini yang menurut saya harus betul-betul ketat, sehingga kalau suatu saat bahwa pemerintah hanya sebagai pengelola saja, legitimasinya ada di organisasi lain, tentu ini harus diperkuat dari sisi kepastian legitimasinya itu," pungkas Herman. (es/sf)

BERITA TERKAIT
Khozin Soroti Lonjakan PBB-P2, Dorong Pemerintah Pusat Respons Keresahan Masyarakat
19-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, menyoroti fenomena kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan...
Legislator Ingatkan Pemda Tak Gunakan Kenaikan Pajak untuk Dongkrak PAD
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menegaskan komitmennya dalam mengawasi kebijakan pemerintah daerah (pemda) yang berdampak...
Pemberhentian Kepala Daerah Ada Mekanisme yang Sudah Diatur Undang-Undang
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong menjelaskan bahwa untuk memberhentikan Kepala daerah sama dengan pengangkatannya,...
Situasi Pati Telah Kondusif, Saatnya Energi Pemda Fokus untuk Pembangunan
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Polemik yang terjadi di Pati mulai mereda, khususnya usai pembatalan kenaikan PBB dan permohonan maaf dari Bupati...