Naskah Akademik Penting Dalam Penyusunan Raperda
Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Kehalian DPR RI Inosentius Samsul bertukar cenderamata dengan DPRD Kabupaten Minahasa Utara. Foto: Riyan/jk
Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Kehalian DPR RI Inosentius Samsul menuturkan naskah akademik dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) adalah salah satu unsur penting, meskipun tidak diwajibkan. Di dalam naskah akademik dimuat pemikiran dan argumentasi suatu peraturan disusun. Hal ini sebagai dasar pengambilan kebijakan yang akuntabel.
“Secara normatif memang untuk Raperda tidak diwajibkan, karena dia menggunakan kata ‘dan atau’. Tetapi secara substantif sebenarnya naskah akademik ini sangat diperlukan supaya setiap Raperda yang dibuat itu ada dasar-dasar teori empiris,” jelas Sensi, sapaan akrab Inosentius Samsul, saat menerima kunjungan konsultasi DPRD Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara, di Gedung Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (31/1/2019).
Sensi melanjutkan, naskah akademik melalui proses riset berdasarkan jurnal, literatur, dan penelitian lainnya. Hal ini guna mengetahui hambatan dan keuntungan atas dampak daripenerapan perda yang telah dibuat (regulatory impact assessment costs and benefit) sehingga dapat mempersiapkan langkahnya selanjutnya.
Ia menambahkan selain akademisi dan peneliti, dalam penyusunan akademik diperlukan keterlibatan masyarakat. Aturan diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis melalui rapat dengar pendapat, sosialisasi, diskusi, dan kunjungan kerja anggota DPRD.
Karena membutuhkan waktu yang lama dan sumber daya manusia yang banyak dalam menyusun naskah akademik, tentu dibutuhkan anggaran yang besar. Hal ini yang menjadi persoalan di seluruh daerah, termasuk Minahasa Utara. Sensi menilai persoalan ini tantangan yang tidak perlu dijadikan hambatan. Menurutnya ada langkah untuk sampai pada tahap itu.
“Saya menyarankan kalau untuk membangun sistem memang itu tidak dalam waktu yang singkat. Cobalah dulu membuat contoh. Misalnya DPRD memilih salah satu Raperda yang dilengkapi dengan naskah akademik dibuat secara baik sesuai dengan lampiran 1 UU Nomor 12 Tahun 2011, karena sistematika naskah akademik kan sudah ada dalam UU itu,” tutup Sensi. (apr/sf)