Komisi VII Soroti Pasokan Listrik Kalbar

05-11-2018 / KOMISI VII
Direktur PLN Regional Kalimantan Machnizon memberikan paparan

 

Dalam kesempatan tersebut, Direktur PLN Regional Kalimantan Machnizon mengatakan, rasio elektrifikasi di daerah ini rata-rata sudah mencapai 85,18 persen. Upaya peningkatan hingga bisa mencapai 100 persen di tahun 2019, dilakukan dengan dua cara.

 

Pertama, untuk investasi satu rumah atau satu pelanggan yang biayanya di bawah Rp 20 juta akan dilayani dengan jaringan PLN. Sementara sisanya yang memerlukan investasi besar atau di daerah pelosok yang memakan biaya diatas Rp 20 juta dilakukan upaya pra-elektrifikasi.

 

“Yakni dengan program pembagian Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) yang diadakan oleh Kementerian ESDM, sambil setiap tahun PLN tetap menambah dan mengalirkan listrik secara permanen,” ujarnya.

 

Kemudian untuk rasio desa berlistrik, ia menyebutkan sesuai data Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Adminstrasi Pemerintahan, sudah 100 persen. Yakni 70 persen dialiri listrik dari PLN dan sisanya dialiri listrik non PLN.

 

Terkait impor listrik dari Malaysia, Machnizon mengatakan ini menjadi pilihan paling rasional. Sebab, lanjutnya, lima tahun lalu kondisi kelistrikan di Kalbar khususnya jaringan sistem Khatulistiwa sangat parah. “Pemadaman hampir setiap hari, itu lima tahun lalu sampai tahun 2015," jelasnya.

 

Ia melanjutkan, kala itu tidak ada satupun investasi pembangunan pembangkit listrik di daerah ini. Selain hanya ada program 10.000 MW, Kalbar mendapat proyek PLTU di tiga titik yakni Kalbar 1 di Jungkat, Mempawah dengan kapasitas 2x50 MW. Kalbar 2 di Bengkayang 2x275 MW. Dan Kalnar 3 yang juga di Bemgkayang 2x50 MW.

 

“Itulah program 10.000 MW yang ada di Kalbar saat itu. Semua terkontrak tahun 2008-2010. Sampai hari ini sebelum saya menjabat, tiga-tiganya disebut sebagai proyek terkendala," ungkapnya.

 

Dengan kondisi tersebut, solusi yang paling cepat adalah membeli listrik dari Malaysia. Ini dilakukan sejak awal tahun 2015 sampai sekarang. Alasannya, selain karena pembangunan beberapa PLTU yang terlambat, harga pembelian listrik dari Malaysia pun jauh lebih murah.

 

Menurutnya, di tahun tersebut harga Biaya Pokok Penyediaan (BPP) sudah Rp 3.500,- sampai Rp 4.000,- per Kwh. Sementara pembelian dari Malaysia jika dirupiahkan hanya sekitar Rp 700,-. “Jadi sangat murah, sehingga membeli itu sangat membantu menurunkan BPP di Kalbar, dan juga cepat kebutuhan bisa didapatkan semua," pungkasnya. (iw/sf)

BERITA TERKAIT
Komisi VII Minta Pemerintah Perluas Keterlibatan UMKM dalam Program MBG
08-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Chusnunia Chalim, mendorong pemerintah untuk memperluas keterlibatan pelaku Usaha Mikro, Kecil,...
Komisi VII Dorong Skema Royalti Lagu Diatur Ulang
07-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty menyoroti pentingnya perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) namun...
Khawatir Status UNESCO Dicabut, Kaji Ulang Izin Resort di TN Komodo
05-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty meminta Kementerian Kehutanan (Kemenhut) untuk mengkaji ulang pemberian Izin...
Apresiasi Pertumbuhan Ekonomi, Sektor Industri Harus Jadi Lokomotif Pemerataan
05-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI, Ilham Permana, menyampaikan apresiasi atas capaian pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12 persen...