Komisi IX Soroti Ketenagakerjaan PT. Berau Coal Industri
{Anggota Komisi IX DPR RI Adang Sudrajat.Foto : Eko/Rni}
Anggota Komisi IX DPR RI Adang Sudrajat memimpin Tim Kunjungan Kerja Komisi IX DPR RI meninjau PT. Berau Coal Industri di Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Dalam pertemuan yang diisi dengan dialog bersama dengan pihak manajemen perusahaan, dia menanyakan soal kepesertaan BPJS, baik Ketenagakerjaan atau Kesehatan.
“Dalam konteks kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, tadi dilaporkan belum keseluruhannya, dari sisi prosentasi tenaga kerja yang ada maupun dari hal-hal yang lain,” kata Adang di Politeknik Sinar Mas Berau Coal di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, Senin (30/7/2018).
Berkaitan dengan upah pekerja, pihaknya menemukan sejauh ini belum ada keluhan yang berarti dari para serikat pekerja yang ada di PT. Berau Coal Industri. “Dari sisi upah, nanti dari pihak-pihak terkait, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten agar ditindak lanjuti, supaya perlindungan pada tenaga kerja sesuai dengan amanat undang-undang,” tandas Adang.
Selain itu yang tidak kalah penting berkaitan dengan serapan tenaga kerja dari masyarakat lokal. Menurut Adang, persoalan ini merupakan isu kerawanan sosial yang harus jadi perhatian. Meskipun demikian, dia menyadari kebutuhan atas lapangan pekerjaan mencakup seluruh wilayah di Indonesia. Pertimbangan serapan tenaga kerja lokal juga memperhatikan kompetensi yang dibutuhkan oleh perusahaan.
“Dilihat dari sisi kerawanan sosial, yakni serapan pekerja dari tenaga kerja lokal, tadi disampaikan ada sekitar 52 persen. Saya melihat Indonesia ini luas yang membutuhkan kerja. Bahkan dari seluruh Indonesia ada di sini. Dan ini juga mungkin terkait dengan kompetensi yang siap dipakai oleh perusahaan Berau Coal,” jelas Adang.
Politisi dari Fraksi PKS ini sempat memberikan apresiasi terkait dengan keberadaan Balai Latihan Kerja (BLK) berupa Politeknik Sinar Mas Berau Coal. Keberadaan BLK ini mampu mendidik masyarakat lokal memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
“Saya melihat dari BLK yang menjadi politeknik mampu mendidik agar pekerja memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan perusahaan,” imbuh politisi dapil Jabar itu.
Berkenaan dengan Corporate Social Responsibility (CSR), dia meminta kepada Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten maupun Provinsi bisa mengawal dan mengawasi peruntukan dana CSR yang murni untuk masyarakat. Menurutnya, dana CRS harus murni untuk kepentingan masyarakat bukan yang dialokasikan ke sektor yang bisa justru menguntungkan kembali untuk perusahaan.
“Aturannya enam persen dari keuntungan, tapi kan mereka melihat dari penjualan tiap satu ton ada 25 sen. Itu pun harus yang murni untuk masyarakat bukan yang memberikan keuntungan balik untuk perusahaan. Jadi harus murni untuk masyarakat, untuk memberdayakan masyarakat,” papar Adang. (eko/sf)