Kehadiran RUU Peksos untuk Jamin Kepastian Hukum

23-07-2018 / KOMISI VIII
Anggota Komisi VIII DPR RI Itet Tridjajati Sumarijanto foto : Arief/mr

 

Anggota Komisi VIII DPR RI Itet Tridjajati Sumarijanto menjelaskan, kehadiran Rancangan Undang-Undang Pekerja Sosial (RUU Peksos) sangat diperlukan, karena selama ini ada ketidakpastian hukum dan jaminan mereka. Dengan adanya RUU Peksos, maka status pekerja sosial akan jelas, termasuk jaminan hukum, sosial dan kesejahteraan hidupnya.

 

“Tidak fair jika para pekerja sosial menyalurkan dan melakukan berbagai kegiatan sosial dan membantu sesama, sementara yang bersangkutan hidupnya minim. Sesuai amanat UUD 45 untuk mewujudkan keadilan sosial, maknanya adalah memberi empati kepada yang mereka membutuhkan,” jelas Itet di sela-sela pembahasan RUU Peksos dalam Rapat Panja Komisi VIII DPR RI, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (23/7/2018).

 

Politisi PDI-Perjuangan itu mengakui, pembahasan RUU Peksos baru dimulai lagi karena menunggu berbagai masukan, baik yang dihimpun dari para pemangku kepentingan termasuk para pakar serta hasil studi banding. Salah satu hal yang didapat dari studi banding Panja ke Rusia, para pekerja sosial di negara itu sangat profesional dan sangat dilindungi. Bahkan dana sosial langsung dipegang oleh Presidennya.

 

Selain itu, dalam persoalan peksos, perguruan tinggi ikut dilibatkan, sehingga speksos di sana memiliki kualifikasi yang memadai, termasuk ada psikolog atau ahli sesuai kualifikasinya. Namun di Indonesia, tidak ada perbedaan yang jelas antara peksos dan volunteer. Ini harus diluruskan, sehingga efektif dan kena sasaran.

 

“Inilah salah satu hal yang bisa diadopsi dalam RUU Peksos. Harus jelas peksos mana yang mampu menangani suatu kasus dan dilakukan secara profesional. Itu yang harus diatur dalam RUU Peksos ini,” tandas Itet.

 

Dikatakannya bahwa dari studi banding itu bisa diadopsi beberapa hal untuk dimasukkan dalam RUU Peksos seperti persyaratan merekrut tenaga yang betul-betul profesional, ada psikolog, ahli hukum dan profesi lainnya. Tak kalah penting, peksos harus diatur dengan manajemen professional serta mendapat honor yang memadai.

 

“Bagaimana mungkin mereka bisa mendampingi secara total korban masalah sosial, sementara kesejahteraannya minim. Dari laporan yang diterima ada peksos yang hanya terima honor Rp300 ribu per enam bulan. Hargailah mereka, sebab merekalah yang bisa mengangkat bangsa dari ini dari penderitaan dan kemiskinan,” kata politisi dapil Lampung ini. (mp/sf)

BERITA TERKAIT
Komisi VIII Serap Aspirasi Soal Layanan Haji bagi Lansia dan Disabilitas
21-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menegaskan pentingnya memperkuat aspek pelayanan bagi jemaah haji penyandang disabilitas...
RUU Penyelenggaraan Haji: Soroti Transisi Kelembagaan dan Usulan Kampung Haji
20-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi VIII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama sejumlah organisasi kemasyarakatan Islam di Nusantara...
Revisi UU Haji Diharapkan Tingkatkan Kualitas Pelayanan Jemaah
20-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah...
Maman Imanulhaq Dorong Kemenag Perkuat PAUD Qu’ran
14-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq mendorong Kementerian Agama (Kemenag) untuk memperkuat posisi Pendidikan Anak Usia...