DPRD Kabupaten Sleman Konsultasikan Sejumlah Persoalan Terkait Tatib

Kepala Biro Persidangan II Setjen DPR RI Cholida Indryana didampingi Kepala Bagian Badan Legislasi menerima audiesi Pansus I DPRD Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, foto : arief/hr
Kepala Biro Persidangan II Setjen DPR RI Cholida Indryana didampingi Kepala Bagian Badan Legislasi menerima audiesi Pansus I DPRD Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pansus I DPRD Sleman datang untuk mengkonsultasikan terkait Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Sleman.
DPRD Kabupaten Sleman yang tengah merampungkan perubahan tatib mengajukan sejumlah pertanyaan guna menambahkan masukan dan referensi pembahasan. Diantaranya mekanisme tentang pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, mekanisme pembahasan raperda, dan mekanisme penjadwalan DPRD.
Menjawab pertanyaan dari DPRD Sleman tersebut, Iin sapaan akrab Cholida menyatakan mekanisme pemilihan kepala daerah harus memperhatikan UU tentang Pemilihan Kepala Daerah. “Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah harus memperhatikan UU tentang Pemilihan Kepala Daerah,” jelasnya di Gedung Sekeretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (28/6/2018).
Hal tersebut dilakukan guna menselaraskan antara UU dan Tatib, agar tidak bentrok dan menjadi masalah di kemudian hari.
Sementara itu, Kepala Bagian Badan Legislasi Widiharto menjelaskan bahwa perubahan tata tertib di DPR bisa berasal dari anggota atau alat kelengkapan dewan (AKD), dan Badan Legislasi (Baleg). Jika perubahan tatib berasal dari anggota atau AKD usulan perubahan tatib harus mendapat persetujuan dari Pimpinan DPR kemudian diputuskan di paripurna. Sementara jika perubahan tatib berasal dari Baleg usulannya langsung dibawa ke paripurna karena sudah dilakukan harmonisasi di Baleg.
“Kalau berasal dari Baleg sudah pasti sudah dilakukan harmonisasi karena memang tugasnya. Itu mengapa betapa entingnya baleg terkait hal ini,” ungkap Widi.
Lebih lanjut Widi menjelaskan, terkait pembahasan raperda dilakukan melalui 2 (dua) tingkat seperti pembahasan RUU di DPR. Pembahasan tingkat pertama yakni pembahasan substansi materi atau proses penyusunan dimana pada akhir pembahasan melibatkan pandangan fraksi dan alat kelengkapan dewan yang disebut dengan pandangan mini. Pada tingkat kedua, pandangan fraski dilakukan di paripurna yang merupakan tahapan pengambilan keputusan paling tinggi.
Masa pembahasan tingkat I RUU di DPR, lanjutnya, adalah 3 (tiga) kali masa persidangan dan bisa diperpanjang. Apabila suatu pembahasan tidak selesai sampai dengan pergantian tahun anggaran maka pembahasan tersebut masuk dalam prolegnas tahun berikutnya.
“Dengan catatan perlu dikaji ulang apakah pembahasan tersebut masih relevan atau tidak. Sementara kalau periode keanggotaannya berganti maka pembahasannya berganti atau boleh dilanjutkan tapi biasanya pasti berganti,” tutupnya. (apr/sc)