Larangan Transhipment Turunkan Pendapatan Nelayan
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi (F-PAN)/Foto:Ryan/Iw
Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI ke Denpasar, Bali, mendapatkan informasi adanya kebijakan pelarangan bongkar muat kapal ikan di tengah laut atau transhipment, telah menurunkan pendapatan nelayan di Bali. Pasalnya, harga jual ikan tuna segar yang dijual di tengah laut lebih tinggi dibandingkan dengan harga ikan tuna beku di darat.
Ketua Tim Kunjungan Kerja Viva Yoga Mauladi menyayangkan pelarangan transhipment dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang tidak dibarengi dengan solusi yang jelas dari kebijakan tersebut. Selain itu, banyaknya nelayan yang masih menangkap baby tuna juga harus mendapatkan perhatian khusus, mengingat harga jualnya yang masih murah dan mengakibatkan hilangnya ikan tuna.
“Ini menjadi masalah buat kita, karena jika nelayan masih banyak menangkap baby tuna, maka ikan tuna akan semakin menghilang dan mengecil jumlahnya. Sehingga nelayan tidak bisa menangkap tuna lagi,” tutur Viva Yoga saat meninjau Loka Riset Perikanan Tuna di Denpasar, Bali, Senin (19/2/2018).
Di sisi lain, politisi F-PAN itu juga mengapresiasi pemerintah dalam upaya budidaya ikan tuna jenis yellowfin di Kabupaten Buleleng yang perlu ditingkatkan efektivitasnya. Karena dari 1.000 telur, yang berhasil menetas hanya sebesar 2 persen saja. Terdapat kendala dari problem genetika dan teknologi.
“Untuk meningkatkan jumlah produksi ikan tuna, Komisi IV akan terus mendorong budidaya ikan tuna dengan cara penambahan anggaran untuk APBN dengan alokasi khusus untuk pengembangan ikan tuna dan pengembangan riset untuk seluruh jenis ikan,” komitmen Viva Yoga.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI Ichsan Firdaus (F-PG) menilai, kekurangan anggaran dalam riset dan teknologi di Loka Riset Perikanan Tuna merupakan sebuah ironi.
“Terkait anggaran Loka Riset Tuna ini merupakan sebuah ironi. Lembaga di bawah Kementerian KKP kekurangan anggaran. Karena serapan anggaran KKP pada 2017 ini hanya 60 persen, padahal lembaga ini sangat butuh banyak anggaran untuk riset dan data,” tutur Ichsan. (rh/sf)