Naskah RUU PPS Perlu Direkonstruksi

30-01-2018 / KOMISI VIII
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Noor Achmad (F-PG)/Foto:Arief/Iw

 

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Noor Achmad menilai perlunya rekonstruksi kembali naskah akademik Rancangan Undang-Undang Praktik Pekerja Sosial (RUU PPS). Pasalnya, dalam RUU tersebut ada kerancuan, jika RUU ini dimaksudkan untuk melindungi pekerja sosial, apakah pekerja sejenis lain tidak perlu dilindungi.

 

“Masih perlu kejelasan apa yang bisa menghasilkan pekerjaan sosial, dan perlu merangkum semua masukan, sehingga mengakomodir jenis-jenis pekerjaan sosial,” katanya saat memimpin RDPU dengan Dekan FISIP Universitas Muhammadiyah Malang, Rinkso Kartono dan Staf Pengajar FISIP UGM, Susetiawan, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (29/1/2018).

 

Hal yang sama dikatakan Anggota Komisi VIII DPR RI Endang Maria Astuti. Endang menilai, masih ada kerancuan pada RUU PPS. “Lembaga lain saja mempertanyakan, belum lagi sisi profesionalitasnya dianggap kurang memadai. Saya sepakat ada sertifikasi, namun kemudian bisa timbul problem, bagaimana dengan yang lain sebab juga harus dilindungi,” kata Endang.

 

Sedangkan Anggota Komisi VIII Deding Ishak mengatakan, secara sosiologis kenyataan di Indonesia dan menjadi hal yang sangat urgen untuk direspon oleh DPR dan Pemerintah bahwa sikap masyarakat Indonesia yang sangat sosial.

 

“Manusia adalah makhluk sosial. Kita punya landasan filosofis negara Pancasilayang  di dalamnya ada keadilan sosial, masyarakat guyub, saling membantu dan tolong menolong, tapi pekerjaan ini belum profesi. Ini sebetulnya yang perlu kejelasan,” jelas Deding.

 

Menurutnya, dalam UU nanti apakah praktik pekerjaan sosial yang di dalamnya bicara profesi pekerja sosial, atau langsung fokus pekerja sosial sebagai salah satu profesi yang sama halnya dengan profesi lainnya seperti dokter dan notaris. Sehingga akan mendapat apresiasi yang sewajarnya atau lebih karena aktifitas yang bersifat sukarela.

 

Sementara itu dalam paparannya, Susetiawan mengatakan pekerjaan sosial dan pekerja sosial sebagai aktor pelayanan telah diatur dalam UU Kesejahteraan Sosial namun belum ada PP yang mengaturnya. Pengaturan dan peraturan harus menempatkan rasa keadilan terhadap para pekerja lain yang juga membutuhkan perlindungan. (mp/sf)

BERITA TERKAIT
Komisi VIII Serap Aspirasi Soal Layanan Haji bagi Lansia dan Disabilitas
21-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menegaskan pentingnya memperkuat aspek pelayanan bagi jemaah haji penyandang disabilitas...
RUU Penyelenggaraan Haji: Soroti Transisi Kelembagaan dan Usulan Kampung Haji
20-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi VIII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama sejumlah organisasi kemasyarakatan Islam di Nusantara...
Revisi UU Haji Diharapkan Tingkatkan Kualitas Pelayanan Jemaah
20-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah...
Maman Imanulhaq Dorong Kemenag Perkuat PAUD Qu’ran
14-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq mendorong Kementerian Agama (Kemenag) untuk memperkuat posisi Pendidikan Anak Usia...