Naskah RUU PPS Perlu Direkonstruksi
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Noor Achmad (F-PG)/Foto:Arief/Iw
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Noor Achmad menilai perlunya rekonstruksi kembali naskah akademik Rancangan Undang-Undang Praktik Pekerja Sosial (RUU PPS). Pasalnya, dalam RUU tersebut ada kerancuan, jika RUU ini dimaksudkan untuk melindungi pekerja sosial, apakah pekerja sejenis lain tidak perlu dilindungi.
“Masih perlu kejelasan apa yang bisa menghasilkan pekerjaan sosial, dan perlu merangkum semua masukan, sehingga mengakomodir jenis-jenis pekerjaan sosial,” katanya saat memimpin RDPU dengan Dekan FISIP Universitas Muhammadiyah Malang, Rinkso Kartono dan Staf Pengajar FISIP UGM, Susetiawan, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (29/1/2018).
Hal yang sama dikatakan Anggota Komisi VIII DPR RI Endang Maria Astuti. Endang menilai, masih ada kerancuan pada RUU PPS. “Lembaga lain saja mempertanyakan, belum lagi sisi profesionalitasnya dianggap kurang memadai. Saya sepakat ada sertifikasi, namun kemudian bisa timbul problem, bagaimana dengan yang lain sebab juga harus dilindungi,” kata Endang.
Sedangkan Anggota Komisi VIII Deding Ishak mengatakan, secara sosiologis kenyataan di Indonesia dan menjadi hal yang sangat urgen untuk direspon oleh DPR dan Pemerintah bahwa sikap masyarakat Indonesia yang sangat sosial.
“Manusia adalah makhluk sosial. Kita punya landasan filosofis negara Pancasilayang di dalamnya ada keadilan sosial, masyarakat guyub, saling membantu dan tolong menolong, tapi pekerjaan ini belum profesi. Ini sebetulnya yang perlu kejelasan,” jelas Deding.
Menurutnya, dalam UU nanti apakah praktik pekerjaan sosial yang di dalamnya bicara profesi pekerja sosial, atau langsung fokus pekerja sosial sebagai salah satu profesi yang sama halnya dengan profesi lainnya seperti dokter dan notaris. Sehingga akan mendapat apresiasi yang sewajarnya atau lebih karena aktifitas yang bersifat sukarela.
Sementara itu dalam paparannya, Susetiawan mengatakan pekerjaan sosial dan pekerja sosial sebagai aktor pelayanan telah diatur dalam UU Kesejahteraan Sosial namun belum ada PP yang mengaturnya. Pengaturan dan peraturan harus menempatkan rasa keadilan terhadap para pekerja lain yang juga membutuhkan perlindungan. (mp/sf)