Refleksi 3 Tahun Jokowi-JK, Utang Negara Hambat Pembangunan

23-10-2017 / KOMISI XI

Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan (F-Gerindra) dalam rilisnya mengatakan pemerintah untuk tidak terlena dengan rasio utang yang masih aman dibandingan dengan negara-negara lain,Foto:Andri.

 

Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan minta pemerintah untuk tidak terlena dengan rasio utang yang disebut-sebut masih aman dibandingkan dengan negara-negara lain. Padahal, kalau dilihat dari trendnya, rasio utang Indonesia cenderung mengalami kenaikan sehingga ini menghambat pencapaian target pembangunan.


“Kalau dilihat dari trendnya, rasio utang cenderung mengalami kenaikan. Tahun 2014 sebesar 24,7 persen, tahun 2015 naik tajam ke 27,4 persen, lalu tahun 2016 menjadi 27,9 persen, tahun 2017 ada di angka 28,2 persen. Tahun 2018 diproyeksi bisa menyentuh angka 29 persen terhadap PDB,” ujar Heri Gunawan dalam rilis yang diterima Parlementaria, Senin (23/10/2017).

Politisi Gerindra ini menilai, yang dikhawatirkan dari utang adalah pembayaran bunga utang tidak boleh dianggap sepele. Tahun 2017 saja tercatat sudah mencapai di atas Rp200 triliun. Artinya, telah terjadi kenaikan 15,8 persen dari target APBN-P 2016 sebesar Rp191,2 triliun. “Jumlah itu setara dengan 40 persen alokasi belanja non kementerian dan lembaga,” sambung Heri.

Legislator dapil Jawa Barat IV juga melihat tidak bisa berharap banyak dari pencapaian program kesejahteraan rakyat dan pertumbuhan ekonomi rill dari pengelolaan fiskal yang erat dengan utang tersebut. Uang negara pun sudah cukup dihabiskan untuk membayar utang. “Selanjutnya, indikator jatuh tempo utang dengan tenor hingga 5 tahun naik dari 37,2 persen menjadi 38,6 persen dari total outstanding. Buktinya, uang hanya habis untuk membayar Utang yang semakin bertumpuk di tengah penerimaan pajak yang cenderung negatif,” terangnya.

Membesarnya utang pemrintah ini pun menurutnya tidak bisa dilepaskan dari postur anggaran yang selalu mengalami defisit setiap tahunnya, ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah. Sebagaimana diketahui, pada tahun 2014, defisit APBN sebesar 2,25 persen, Tahun 2015 sebesar 2,59 persen, Tahun 2016 sebesar 2,49 persen, Tahun 2017 direncanakan sebesar 2,93 persen, dan dalam RAPBN 2018 dipatok sebesar Rp326 triliun.

“Defisit yang terus membesar itulah yang berakibat pada jumlah utang yang terus membesar sehingga akan menyulitkan terwujudnya keseimbangan primer yang positif. Dan kalau terus-menerus begitu, maka postur APBN akan tetap tidak sehat dan kredibel. Dan itu berarti pemerintah akan terus bergantung pada utang,” tutup Heri Gunawan. (hs/sc)/iw. 

BERITA TERKAIT
Lonjakan Kenaikan PBB-P2 Dampak Pemangkasan DAU dan Tuntutan Kemandirian Fiskal
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Amin Ak menyoroti lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)...
Pidato Ambisius Presiden Harus Menjadi Nyata, Realistis, Terukur, dan Berpihak kepada Rakyat Kecil
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hanif Dhakiri mengatakan, pihaknya mendukung penuh target ekonomi Presiden Prabowo 2026...
Ekonomi Global Tak Menentu, Muhidin Optimistis Indonesia Kuat
15-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi global yang utamanya dipicu konflik di berbagai belahan dunia,...
BI Harus Gencar Sosialisasi Payment ID Demi Hindari Misinformasi Publik
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Balikpapan — Peluncuran Payment ID sebagai identitas tunggal transaksi digital terus disorot. Meskipun batal diluncurkan pada 17 Agustus 2025...