Pilkada Serentak Terancam Persoalan E-KTP

23-08-2017 / KOMISI II
 
Pilkada serentak yang dihelat pada 2018 terancam oleh persoalan E-KTP yang belum tuntas. Pasalnya, kapasitas software untuk merekam data pemilih sangat terbatas, hanya mampu merekam 170 juta data pemilih. KPU dan Bawaslu harus mengantisipasi soal ini.
 
 
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy mengungkapkan persoalan tersebut dalam rapat dengar pendapat dengan Bawaslu dan KPU, Rabu (23/8/2017). Sepeninggal Johannes Marliem saksi kunci kasus E-KTP di KPK, software alat rekam kependudukan belum jelas penyelesaiannya. Padahal, ini penting untuk menyukseskan Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019.
 
 
“Kita sampaikan, ada persoalan lain yang me-warning Kemendagri berkenaan dengan akan berhentinya perekaman data penduduk, yaitu persoalan internal E-KTP. Ada Johannes Marliem yang meninggal. Kemudian ada tagihan kepada Indonesia yang tidak bisa dibayar. Ada juga persoalan teknis bahwa perekaman itu ada batasnya. Kita khawatir begitu software yang dibuat ini tidak bisa merekam lagi, apa antisipasinya. Ini menyangkut jutaan pemilih yang tidak bisa direkam,” katanya kepada pers usai rapat.
 
 
Ditambahkan Lukman, bila software tidak bisa berfungsi lagi, maka anak-anak yang akan berusia 17 tahun di bulan Agustus ini, dipastikan tidak bisa direkam. Padahal, mereka yang sudah berusia 17 tahun akan masuk daftar pemilih untuk Pilkada serentak 2018. Apalagi, UU Pilkada Pasal 200A mengamanatkan pada akhir 2018, basis data pemilih harus sudah menggunakan E-KTP. Tidak berlaku lagi surat keterangan untuk memilih.
 
 
“Soal E-KTP dalam UU Pilkada Pasal 200A jelas mengatakan, akhir Desember 2018, 100 persen harus sudah menggunakan data kependudukan berdasarkan E-KTP. Tidak menerima bentuk surat keterangan kependudukan yang lain. Karena ini Pilkada terakhir, maka peraturan KPU dan peraturan Bawaslunya harus mendorong pada progres penerapan 100 persen E-KTP itu,” harap politisi PKB tersebut.
 
 
Pada bagian lain, Lukman juga mempersoalkan transisi kelembagaan Bawaslu di semua tingkatan. Dalam UU Pemilu ada perubahan eksistensi kelembagaan Bawaslu pada tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga desa. Rekrutmen keanggotaan Bawaslu juga belum jelas. Ini jadi isu penting yang dikritisi para anggota Komisi II.
 
 
Kelembagaan dan kewenangan Bawaslu sudah berubah. Bawaslu perlu menyusun road map berkenaan dengan masa transisi ini menuju mekanisme kelembagaan yang baru. Sebelum Pilkada 2018, persoalan ini harus sudah jelas tergambar, karena Pilkada serentak tinggal beberapa bulan lagi. (mh,mp) foto: andri/jk
BERITA TERKAIT
Legislator Ingatkan Pemda Tak Gunakan Kenaikan Pajak untuk Dongkrak PAD
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menegaskan komitmennya dalam mengawasi kebijakan pemerintah daerah (pemda) yang berdampak...
Pemberhentian Kepala Daerah Ada Mekanisme yang Sudah Diatur Undang-Undang
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong menjelaskan bahwa untuk memberhentikan Kepala daerah sama dengan pengangkatannya,...
Situasi Pati Telah Kondusif, Saatnya Energi Pemda Fokus untuk Pembangunan
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Polemik yang terjadi di Pati mulai mereda, khususnya usai pembatalan kenaikan PBB dan permohonan maaf dari Bupati...
Belajar dari Kasus di Pati, Jangan Ada Jarak Kepala Daerah dan Rakyatnya
14-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menilai kasus yang terjadi di Pati, Jawa Tengah antara kepala...