Kepala Bandara Sentani Diminta Koordinasi dengan Gubernur Papua

08-05-2017 / KOMISI V

Anggota Tim Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI ke Provinsi Papua Bahrum Daido minta Kepala Bandara Sentani untuk berkoordinasi dengan Gubernur Papua terkait pembebasan tanah ulayat bagi pengembangan Bandara Sentani. 

 

“Salah satu kendala pengembangan Bandara Sentani ke arah Komba  sesuai master plan  membutuhkan biaya kurang lebih Rp 1,5 triliyun  untuk pembebasan lahan 125 hektar. Ini sangat luar biasa,” kata Badai demikian sapaan akrabnya saat pertemuan tim yang dipimpin Wakil Ketua Komisi V Michael Watimena dengan Kepala Bandara Sentani di Jayapura, Rabu (03/5/2017).

 

Menurutnya  tanah ulayat itu sebenarnya tidak bisa dibebaskan. Tanah ulayat ini merupakan milik dari seluruh masyarakat adat. “Rp 1,5 triliyun ini kita akan bayar kemana, kalau tanah ulayat seperti ini harus dikoordinasikan dengan pemerintah daerah baik itu Gubernur, Bupati atau Walikota untuk menghibahkan tanah ulayat ini, tidak perlu dibeli”, tegasnya.

 

Karena jika dibeli, lanjut politisi Partai Demokrat ini, kita akan dituntut sampai 7 turunan, cucu sampe cicit-cicit, karena ada pembagian uang di situ.

 

“Tapi jika hubah yang dijembatani atau dikoordinasikan oleh Gubernur/Bupati/Walikota pasti itu tidak ada masalah”, imbuhnya.

 

Ia yakin semua stake holder yang berada di pemerintahan daerah baik itu Gubernur/Bupati/Walikota yang terkait pasti setuju, karena ini untuk kemajuan Papua bukan untuk pribadi-pribadi. Ia mengharapkan  tidak ada pembayaran di pembebasan tanah ulayat, karena tanah ulayat adalah tanah adat dan dimiliki oleh seluruh masyarakat adat Papua.

 

“Bahaya kalau dibayar. Saya minta Kepala Bandara Sentani untuk mengkoordinasikan dengan Gubernur Papua, nanti Gubernur mengkoordinasikan dengan Bupati/Walikota yang terkait untuk membicarakan masalah hibah ini,” mantapnya.

 

Sebelumnya dalam kesempatan yang sama, Kepala Bandara Sentani Agus Priyanto menyatakan kendala terbesar adalah pengembangan Bandara Sentani ke arah Komba di sisi selatan seluas 125 hektar, sesuai master plan membutuhkan biaya sekitar Rp 1,5 trilyun hanya untuk pembebasan tanah ulayat.

 

“Tuntutan pemilik hak ulayat atas tanah Bandara  Sentani ini,  menjadi salah satu faktor kendala terbesar dalam pengembangan bandar udara. Sementara keterbatasan pengembangan prasarana sisi udara berpengaruh pada slot time dan appron occupancy,” katanya.

 

Sebagaimana diketahui, masalah tanah ulayat ini  menjadi issue utama di Papua. Tidak hanya menjadi masalah bagi pengembangan Bandara Sentani saja, tetapi sudah menjadi masalah di bidang pertanahan di Papua. (sc)/Foto:Suci/runi

BERITA TERKAIT
Biaya Transportasi Tinggi, Komisi V Dorong Desain Ulang Integrasi Moda Transportasi
06-08-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Andi Iwan Darmawan Aras berpandangan tingginya biaya transportasi yang dialami masyarakat...
Zero ODOL Berlaku 2027, Syafiuddin Minta Pemerintah Lakukan Sosialisasi Masif
05-08-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Syafiuddin, menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan penerapan zero Over Dimension Over Loading...
Saadiah Tegaskan Pentingnya Ketahanan Air di Wilayah Kepulauan
04-08-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI, Saadiah Uluputty melakukan kunjungan kerja ke Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku, Sabtu...
Jembatan Pulau Balang yang Akan Jadi Rest Area Harus Fokus Pada Keselamatan
30-07-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, IKN – Jembatan Pulau Balang di Penajam Paser Utara (PPU), yang menjadi penghubung vital antara Kota Balikpapan dan Kawasan...