Pemindahan Ibukota Jakarta Tidak Logis
Anggota Komisi V DPR RI Nizar Zahro menyatakan bahwa wacana pemindahan Ibukota Jakarta tidak logis, alasannya karena harus ada kebijakan hukumnya terlebih dahulu, yaitu ada RUU yang disampaikan oleh pemerintah tentang pemindahan Ibukota kepada DPR.
“Sampai hari ini di Baleg tidak ada pengajuan dari pemerintah untuk mengubah Undang-Undang nomor 29 Tahun 2007 itu tentang Proses Pemindahan Ibukota. Undang-undangnya saja belum diubah oleh pemerintah dan belum dibahas oleh DPR,” ujar Nizar Zahro di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/04/2017).
Secara regulasi belum ada keputusan dari pemerintah, tambahnya, dan dari filosofi ekonomi pun tidak masuk. APBN 2017 sekitar 2008 triliun, sementara untuk membangun Ibukota, bila merujuk pada data dari Malaysia yang memindahkan Ibukota dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya, membutuhkan dana 85 triliun, hal itu berlaku pada tahun 1994 selesai tahun 1999.
“Kalau kita memindahkan Ibukota DKI Jakarta ke Palangkaraya atau ke tempat lain yang dekat ataupun jauh, maka membutuhkan dana 150 triliun. Sementara anggaran di Kementerian PUPR hanya 109 triliun. Apakah anggaran di Kementerian PUPR kita bangun semua untuk Ibukota dengan meninggalkan 34 provinsi yang lain, maka tambah tidak logis lagi,” tegasnya.
Menurutnya, pemindahan Ibukota belum mungkin untuk dilakukan, karena tidak ada dasar hukumnya. Sampai sekarang hukum yang berlaku yakni UU 29 Tahun 2007, yang menyatakan bahwa Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Semestinya kalau pemerintah mempunyai niat ingin mengubah Ibukota, jangan hanya berwacana. Sampaikan RUU nya kepaada DPR, kita bahas secara bersama. Setelah RUU kita tetapkan baru ada kajian-kajian strategis darimana uangnya, tempatnya dimana. Ambil yang paling moderat dan menguntungkan bagi masyarakat Indonesia.(dep,mp)Foto: Runi/od.