Kualitas SDM Jangan Turun Akibat Minat Baca Rendah
Minat baca masyarakat Indonesia dinilai masih rendah, berada di kisaran 0,001 persen. Hal ini berarti dari 1000 masyarakat, hanya 1 orang yang memiliki minat baca. Rendahnya minat baca ini dikhawatirkan akan sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia dan bangsa Indonesia.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Sutan Adil Hendra usai memimpin RDP dengan Plt. Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) Dedi Junaedi beserta jajaran di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (23/05/2016).
“Kalau kita ketinggalan dari sisi SDM, apalagi sekarang sudah memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), kita semakin terpuruk lagi. Saya tidak rela rakyat Indonesia akan terusir dari negaranya sendiri, karena kualitas SDM-nya rendah,” khawatir Sutan.
Politisi yang akrab dipanggil SAH ini menilai, faktor yang menjadi penyebab rendahnya minat baca ini diantaranya karena minimnya koleksi buku dan pengelolaan SDM perpustakaan yang masih kurang.
Ironisnya, tambah Sutan, ditengah rendahnya minat baca, anggaran PNRI malah akan mendapatkan penghematan atau pemotongan anggaran. Rencananya, PNRI akan mendapat pemotongan anggaran sebesar Rp 88 miliar dari Pemerintah.
“Kita memang prihatin melihat kondisi PNRI, karena akan mendapat pemotongan anggaran hingga Rp 88 miliar. Padahal kita ketahui kondisi minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Seharusnya program minat baca ini, yang menjadi salah satu prioritas Pemerintah untuk mencerdaskan bangsa, jangan mendapat pengurangan anggaran,” tegas Sutan.
Politisi F-Gerindra ini khawatir, jika sampai terjadi pengurangan anggaran, hal ini akan mempengaruhi program minat baca, yang berimbas pada masa depan anak-anak bangsa.
“Kita berharap Pemerintah dalam hal ini harus cerdas, untuk tidak melakukan pemotongan anggaran pada program yang strategis, khususnya program dengan minat baca dan pengembangan SDM,” pesan politisi asal dapil Jambi itu.
Sementara itu Plt. Kepala PNRI Dedi Junaedi sebelumnya memaparkan hasil pemeriksaan BPK RI pada PNRI sampai dengan Semester II Tahun 2015, terdapat permasalahan yakni 6 temuan dalam sistem pengendalian intern sebesar Rp 3,1 miliar, dan 9 temuan pada kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan sebesar Rp 943 miliar.
“Terhadap permasalahan dan nilai temuan itu, PNRI telah menindaklanjutinya secara keseluruhan sesuai rekomendasi dan telah menyampaikan bukti-bukti lanjut kepada BPK,” jelas Dedi.
Dedi menambahkan, dari permasalahan dan temuan itu, terdapat temuan yang berpengaruh langsung terhadap tata kelola keuangan, yaitu belum tertibnya pencatatan aset kolekai PNRI yang berasal dari pelaksanaan UU No 4 tahun 1990 tentang SSKCR, dan pencatatan aset tanah Perpustakaan Bung Karno melalui Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN).
“Hal ini terjadi karena terdapat beberapa hambatan, yakni kesulitan dalam menaksir harga bahan perpustakaan yang tidak mencantumkan harga buku, karena kewenangan menaksir harga ada pada Kementerian Keuangan,” jelas Dedi.
Terkait permasalahan dan hambatan itu, Komisi X mendorong PNRI untuk tetap melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu untuk memutuskan harga buku koleksi PNRI dan memastikan waktu penyelesaiannya.
Sementara terkait penghematan atau pemotongan anggaran yang dialami PNRI sebesar Rp 88,8 miliar, sehingga kini pagu APBN PNRI TA 2016 menjadi Rp 612 miliar dari semula Rp 701 miliar, Komisi X meminta agar penghematan atau pemotongan anggaran itu tidak merubah rencana strategis program pengembangan perpustakaan yang telah ditentukan dan tidak mengurangi kualitas kinerja PNRI, khususnya program minat baca dan pengembangan SDM. Rapat juga menghasilkan kesimpulan, Komisi X DPR mendorong PNRI agar pada tahun yang akan datang dapat memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). (sf) Foto: Azka/hr.