Citra Perpustakaan Harus Diubah
Anggota Komisi X DPR RI Venna Melinda mengatakan, citra perpustakaan harus diubah, agar dapat menarik pengunjung, yang nantinya berimbas pada meningkatnya minat baca masyarakat. Padahal, Indonesia sudah memiliki jumlah perpustakaan yang bisa dikatakan tidak sedikit lagi, namun minat baca masih lebih rendah dibanding negara tetangga.
“Image (citra) perpustakaan itu mesti sedikit diubah. Yang pasti kalau target marketnya adalah generasi muda, kita bisa melihat Singapura yang memiliki banyak perpustakaan, dan mereka update sekali dengan teknologi,” kata Venna di sela-sela rapat dengar pendapat antara Komisi X DPR dengan Plt. Kepala PNRI, Dedi Junaedi, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (14/4/2016).
Mengutip dari data Badan Pusat Statistik, Venna menyebutkan bahwa 85 persen masyarakat Indonesia lebih suka menonton televisi, 40 persen mendengar radio, dan sekitar 23 persen membaca. Ia meminta PNRI agar dapat mengubah paradigma tentang perpustakaan atau buku.
“Kita harus memberikan paradigma bahwa membaca itu keren. Selain itu, image dari perpustakaan itu juga diubah, bukan hanya buku fisik, tapi juga digital, dan berbasis teknologi dan informasi. Image pustakawan juga harus diperbaiki,” saran politisi F-PD itu.
Selain meminta kepada PNRI untuk meningkatkan minat baca, Venna juga menantang PNRI untuk untuk dapat mencontoh Belanda, yang sudah memiliki perpustakaan khusus untuk penyandang disabilitas, khususnya tunanetra. Di negara kincir angina itu, terdapat Delf Public Library yang memiliki ribuan koleksi buku braille.
“Ini memudahkan untuk penyandang disabilitas. Makanya saya tantang PNRI untuk bisa mencontoh Belanda,” kata politisi asal dapil Jawa Timur itu.
Sementara itu Anggota Komisi X DPR Teguh Juwarno tak memungkiri bahwa saat ini PNRI mengalami semacam tantangan yang amat serius dari perkembangan teknologi dan informasi.
“Sekarang sulit sekali mengajak generasi muda untuk membaca. Menumbuhkan minat baca ini akan gagal, berapapun anggarannya. Karena minat baca ini harus ditumbuhkan di sekolah. Tapi sekarang di sekolah, minat baca ini tidak ada di kurikulum sekolah,” analisa politisi F-PAN itu.
Teguh memberi contoh, pola pengajaran berbeda jika di sekolah internasional. Di sekolah internasional, siswa diwajibkan membaca literatur, dan membuat resensi, sehingga tidak bisa copy paster dari internet.
“Pasti akan ketahuan jika copy paste dari internet. Sehingga kebiasaan baik ini mesti dipaksakan kepada generasi muda kita,” pesan politisi asal dapil Jawa Tengah itu.
Dalam paparannya, Plt. Kepala PNRI, Dedi Junaedi mengatakan bahwa pembudayaan gemar membaca menjadi amat penting dalam peningkatan kecerdasan dan pemberdayaan bangsa. Namun kegiatan pembudayaan gemar membaca belum dapat secara maksimal menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
“Belum optimalnya pencapaian tersebut dikarenakan terbatasnya alokasi APBN PNRI dalam membiayai kegiatan pembudayaan gemar membaca setiap tahunnya,” jelas Dedi. (sf) Foto: Azka/od