Kewenangan Koordinator Penanggulangan Bencana tetap BPBD

16-02-2016 / KOMISI VIII

 

Komisi VIII DPR RI menemukan salah satu persoalan besar mengenai mekanisme koordiansi penanganan bancana di daerah. Ada hal yang perlu dikoordinasikan karena harus mengharmonisasikan Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dengan Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

 

Problemnya adalah institusi di daerahnya, institusi penanggunalangan bencana berdasarkan Undang- Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dalam bentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), tapi Undang-Undang No.23 Tahun 2014, dalam bentuk dinas.

 

Wakil Ketua Komisi VIII Ledia Hanifa Amaliah mengatakan, Komisi VIII menginginkan pola hubungan Pusat dan Daerah dan tidak menyulitkan dan tidak menjadi hambatan untuk pencairan dana, terutama untuk bencana karena bencana tidak bisa diprediksi kapan adanya.

 

“Komisi VIII menginginkan institusi penanganan bencana di daerah tetap dalam bentuk BPBD, sesuai dalam bentuk Undang-Undang,” kata Ledia Hanifa, usai Rapat kerja dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (15/2/2016).

 

Menurut Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, ketika instansi penanggulangan bencana di daerah  menjadi dinas, maka mekanisme keuangannya menjadi beda. Mereka tidak bisa dengan serta-merta mengelola uang bantuan siap pakai dari Pusat, untuk kemudian langsung dikelola dalam penanggulangan bencana.

 

“Kalau Dinas harus masuk ke dalam dana mekanisme anggaran. Mekanisme bencana kan tidak mengikuti waktunya siklusnya.” jelasnya.

 

Ledia Hanifa menyampaikan itu yang menyebabkan kemudian menjadi suatu hal yang penting untuk didiskusikan lebih dalam dengan Kementerian Dalam Negeri, karena nanti akan menjadi masalah ketika ada Undang-Undang 23 Tahun 2014, mereka tidak bisa mencairkan dana siap pakai yang dimiliki karena mekanisme.

 

Selain itu, peta rawan bencana atau peta risiko bencana  belum dijadikan dasar untuk penetapan rencana tata ruang wilayah misalnya RT/RW di daerah. Itu juga tidak diperhatikan untuk meminimalisir potensi bencana.

 

“Dalam hal ini kami (Komisi VIII dan BNPB) sudah menyepakati untuk membicarakannya dengan Komisi II dan Menteri Dalam Negari,” tegasnya. (as/ag/ms)/foto:kresno/parle/iw.

BERITA TERKAIT
Komisi VIII Serap Aspirasi Soal Layanan Haji bagi Lansia dan Disabilitas
21-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menegaskan pentingnya memperkuat aspek pelayanan bagi jemaah haji penyandang disabilitas...
RUU Penyelenggaraan Haji: Soroti Transisi Kelembagaan dan Usulan Kampung Haji
20-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi VIII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama sejumlah organisasi kemasyarakatan Islam di Nusantara...
Revisi UU Haji Diharapkan Tingkatkan Kualitas Pelayanan Jemaah
20-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah...
Maman Imanulhaq Dorong Kemenag Perkuat PAUD Qu’ran
14-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq mendorong Kementerian Agama (Kemenag) untuk memperkuat posisi Pendidikan Anak Usia...