UKT di Universitas Nasional Yogyakarta Masih Bermasalah

28-12-2015 / KOMISI X

Ada yang menarik dari pertemuan Tim Kunjungan Kerja Komisi X DPR RI dengan Rektor-rektor  Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta, yaitu Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Universitas Nasional Yogyakarta (UNY) masih menjadi masalah. 

Wakil Rektor I UNY Wardan Suyanto menyatakan pada waktu pertama kali UKT diterapkan memang ada penuruan yang signifikan. Karena dari yang biasanya ada sumbangan bebas dari sumbangan awal dari mahasiswa. “Namun, setelah menjadi UKT kemudian turunnya juga cukup signifikan. Ini yang kami rasakan,” katanya.

Menurut Wardan, yang lebih menarik lagi dengan UKT yaitu adanya syarat sekian persen untuk yang di bawah. Tadinya mau subsidi silang dengan UKT yang diatas, ternyata UKT yang di atas itu juga minta turun.

“Mungkin mahasiswa UNY kategorinya menengah ke bawah, sehingga UKT kita tentukan Rp 4 juta saja mahasiswa minta turun. Sehingga, kalau tidak ditunjang dengan BO PTN, kami tidak tahu. BO PTN masih diperlukan,” imbuh Wardan.

Saat ini, lanjutnya, untuk yang dibawah ditopang dengan bidik misi. Untuk bidik misi ini, UNY melakukan survey ke rumah-rumah mahasiswa yang kekurangan. Menurutnya,  tanpa bidik misi mereka tidak akan mampu untuk kuliah. “Yang menjadi kendala adalah kadang-kadang bidik misi datangnya belakangan,” ujarnya.

“Datangnya belakangan, kalau kita meminjamkan ke mahasiswa yang kesulitan disalahkan oleh Inspektorat maupun BPK. Disisi kemanusiaan kita perlu membantu, namun disisi lain kita salah secara administrasi,” tambahnya.

Ia mengharapkan ada kebijakan lain dari kementerian untuk yang dibawah. Mungkin ada mekanisme lain, karena yang dirasakan mahasiswa bahwa sebelum UKT itu tidak ada yang minta turun SPP. SPPnya sama hanya uang mukanya saja yang berbeda-beda.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi X dari PKS Abdul Kharis Almasyhari yang memimpin pertemuan tersebut menyatakan bahwa dari hasil pertemuan Komisi X DPR dengan 20 Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) PTN Indonesia ternyata biaya yang ditanggung mahasiswa itu lebih kecil sebelum adanya UKT.

“Ketika kami memperhatikan  hasil simulasi yang dilakukan BEM UI, kami kaget juga. Rupanya mereka sudah menghitung, ternyata yang ditanggung oleh mahasiswa rata-rata lebih ringan ketika ada uang gedung dan lain-lain,” jelas Kharis di UPN Yogyakarta, Senin, (21/12/2015)

Ternyata, kata Kharis lagi, dengan adanya uang Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) dan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) ditotal dengan jumlah rata-rata mahasiswa setelah disimulasikan ternyata lebih irit dan lebih kecil ketika dibandingkan sudah ada UKT.

“Kami kaget juga dengan UKT ternyata lebih mahal. Bayangan kami dengan adanya UKT jadi lebih ringan ternyata tidak. Setelah dihitung lebih tinggi UKT”, tegas Kharis. (sc), foto : suciati/parle/hr.

 

BERITA TERKAIT
Fikri Faqih Terima Aspirasi Forum Guru Honorer dan PPPK di Jateng, Berharap Solusi Atas Persoalan Kepegawaian
17-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keresahan tengah dirasakan ratusan guru honorer dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Jawa Tengah. Persoalan...
Once Mekel Apresiasi Terbitnya Permenkum Royalti, Fondasi Hukum Pertunjukan dan Musisi Nasional
17-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI, Elfonda Mekel, menyampaikan apresiasi atas terbitnya beleid Peraturan Menteri Hukum (Permenkum) Nomor...
Pidato Presiden Tempatkan Pendidikan, Kesehatan, dan Keadilan Sosial Fondasi Utama Indonesia Emas 2045
15-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyampaikan apresiasi yang tinggi atas pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia,...
Pendidikan Tulang Punggung Utama Menuju Indonesia Emas 2045
15-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, mengingatkan bahwa pendidikan adalah tulang punggung utama dalam...