Komisi X Gali Masukan di Bali Terkait Konsep Wisata Religi
Bali, tak dipungkiri telah menjadi primadona pariwisata Indonesia yang sudah terkenal di seluruh dunia. Selain terkenal dengan keindahan alamnya, Bali juga terkenal dengan kesenian dan budayanya yang unik. Pariwisata telah menjadi industri di Provinsi Bali ini dengan tingkat kehadiran wisatawan mancanegara (wisman) 3-4 juta orang per tahun dan menjadi tulang-punggung perekonomian daerah Bali.
Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi X DPR, saat memimpin Tim Kunjungan Spesifik Komisi Komisi X ke Provinsi Bali, Jumat (11/12/15) lalu. Pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Bali berlangsung di Kantor Gubernur Bali.
“Namun demikian, tercatat masih ada persoalan yang mengganggu industri pariwisata di Bali, seperti kemacetan, kebersihan atau sampah, pemerasan kepada wisatawan, yang diistilahkan pelacuran, kualitas souvenir, keamanan, hingga fasilitas kesehatan,” kata Hisjam, mengawali pertemuan.
Lebih spesifik, lanjut politisi F-PG itu, Komisi X beberapa waktu yang lalu juga mendengar ada berita mengenai pengembangan Bali sebagai destinasi wisata syariah atau lebih tepatnya wisata religi oleh Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Bali yang menimbulkan penolakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat Bali. Bagaimana kronologis peristiwa tersebut, tanya Ridwan.
“Kita ketahui bahwa Kementerian Pariwisata pernah me-launching konsep wisata syariah atau wisata religi guna menghadapi persaingan pariwisata global. Meskipun konsep tersebut murni bisnis pariwisata dan tidak ada kaitannya dengan agama tertentu, tetapi konsep tersebut nampaknya belum disampaikan secara persuasif kepada seluruh masyarakat pariwisata sehingga menimbulkan pro dan kontra. Ada daerah yang menerima, seperti Aceh dan ada yang menolak konsep tersebut, seperti di Bali,” papar Hisjam.
Untuk itu, imbuh politisi asal dapil Jawa Timur itu, Komisi X ingin mengetahui kebijakan dan solusi apa yang diambil oleh Pemda Bali dan jajarannya serta sikap masyarakat Bali terhadap ide wisata religi tersebut.
“Dan yang terpenting, aspirasi seperti apa yang ingin disampaikan dan dikembangkan berkaitan dengan pengembangan wisata religi di Provinsi Bali,” pungkas Hisjam.
Menanggapi hal ini, Perwakilan Badan Pariwisata Provinsi Daerah (BPPD) Bali, Ngurah Wijaya, mengatakan, setiap tahunnya, Bali memberikan kontribusi kurang lebih 40 persen dari wisatwan mancanegara yang masuk ke Indonesia. Demikian pun terkait devisa pariwisata, Bali mengkontribusikan sekitar 40 persen daripada devisa pariwisata masuk ke Indonesia.
“Jadi, dari 40 persen wisman itu, wisatawan yang terbesar masuk ke Bali adalah wisatawan dari Australia itu kurang lebih sekitar 24 persen, terus disusul dengan Eropa. Eropa itu kita anggap satu negara karena mereka punya satu mata uang, kurang lebih sekitar 20 persen, berikut disusul dengan Cina 18 persen, Jepang 6 persen, Malaysia 4 persen, sisanya Singapura dan sebagainya,” jelas Wijaya.
Dengan adanya aksesibilitas pesawat dari berbagai negara ke Bali, hal ini juga berpengaruh kepada daerah di sekitar Bali. Diantaranya, kunjungan wisatawan ke Lombok, Flores, Sumba, sampai ke Raja Ampat, termasuk juga ke Sulawesi, Banyuwangi, dan juga kepada Jogja.
“Dan ini memberikan dampak ekonomi juga kepada saudara-saudara kita yang ada di Jawa Timur, Jawa Tengah, sampai ke Jawa Barat juga Lombok. Hal ini sudah pasti terbukti, pada waktu Bali terkenan serangan bom pada tahun 2004, yang berdampak sampai ke industri handicraft mereka jatuh semua,” analisa Wijaya.
Terkait kendala pariwisata di Bali, Wijaya mengatakan, salah satunya terkait meletusnya Gunung Raung, di Banyuwangi, yang terjadi beberapa waktu lalu. Akibatnya, Bali kehilangan sekitar 70 ribu wisatawan pada bulan Juli hingga September lalu. Pasalnya, bandara hingga ditutup dan semua penerbang dari Australia dan Singapura dihentikan.
“Kedua, kita mendapatkan musibah juga dari gunung Barujari, Lombok. Kita kehilangan sekitar 60 ribu wisatawan akibat letusan gunungnya. Insiden teror di Prancis juga kemungkinan menghilangkan potensi sekitar 20 ribu wisatawan dari Eropa,” kata Wijaya.
Wijaya menambahkan, pariwisata di Bali ini sangat sensitif sekali terhadap semua gejala luar negeri maupun di dalam negeri. Mengingat, tujuan orang berlibur untuk mendapatkan kenyamanan. (iw,sf)/foto:iwan armanias/parle/iw.