Pelayanan Kesehatan Masalah Krusial dalam RUU Pengelolaan Haji dan Umroh

22-10-2015 / KOMISI VIII

Anggota Komisi VIII DPR RI Muhammad Syafi’I mengatakan, pelayanan kesehatan merupakan satu hal yang sangat krusial untuk diamanatkan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Ibadah Haji dan Penyelenggaraan Umroh. Ini sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan jamaah haji.

“Kita (Komisi VIII) tadi melihat ada tawaran 5 titik, yaitu di daerah, embarkasi, pesawat, selama melaksanakan ibadah haji dan umroh di tanah suci, dan waktu kepulangan,” kata Syafi’I, di sela RDP Panja Komisi VIII DPR RI mengenai RUU tentang Pengelolaan Ibadah Haji dan Penyelenggaraan Umrah dengan Dirjen P2PL, Dirjen Bina Gizi KIA, serta Kapuskes Haji Kementerian Kesehatan RI. Kamis (22/10/2015)

Menurut Poltisi Fraksi Partai Gerindra, ini adalah soal kemampuan untuk melihat titik-titik pelayanan kesehatan para jamaah, dan tentu beragam penyakit yang biasa dialami oleh jamaah yang berangkat haji dan umroh. Namun kata Syafi’i, pihak Kementerian Kesehatan melihat hal itu suatu kebutuhan, tapi tidak menjadi usulan.

Ia menginginkan hal ini konkret menjadi usulan, karena menurut pantauan kementerian kesehatan bahwa itu mutlak dibutuhkan, sehingga itu menjadi materi UU yang akan menjadi kewajiban kepada Pemerintah RI untuk mewujudkannya.

“Ini kebutuhan-kebutuhan yang terhambat oleh larangan-larangan Pemerintah Arab Saudi. Saya menilai karena itu kebutuhan kita. Arab Saudi boleh memberlakukan larangan tapi kita masih bisa berdiplomasi agar larangan itu tidak serta merta berlaku, karena kita memang membutuhkannya,”ungkapnya.

Contoh kasus di Arafah tidak boleh bangun rumah sakit. Padahal disana waktu pelaksanaan ibadah haji, dengan suhu 52  derajat lampu mati 2 jam, ada yang meninggal 73 orang. Karena klinik yang sangat dalurat itu lampunya mati kemudian tidak bisa melakukan pelayanan, jamaah dalam keadaan panas.

“Kalau kita diperbolehkan membangun klinik-klinik yang cukup memenuhi peryaratan, hal ini bisa kita hindari, kasihan jamaah-jamaah kita,” katanya.

Jadi, Syafi’i mengharapkan di daerah, ketika orang sudah membayar ongkos awal, sudah bisa mendapat pelayanan sehingga terus rekam mediknya dipelajari. Setelah pulang diperiksa lagi, sehingga jangan nanti orang pulang setelah haji meninggal karena penyakit yang dibawa dari sana.

“Saya ingin ini menjadi usulan-usulan konkrit yang akan kita masukan ke dalam materi draf RUU kita harapkan bisa disahkan, dan ini mejadi kewajiban Pemerintah RI untuk melakukan diplomasi tentang apa yang kita butuhkan tapi dilarang oleh Pemerintah Arab Saudi. Mereka tidak mampu bangun tapi tidak mereka siapkan, itu berarti yang dibutuhkan kemampuan diplomasi,” tegasnya. (as), foto : naefurodjie/parle/hr.

BERITA TERKAIT
Maman Imanulhaq Dorong Kemenag Perkuat PAUD Qu’ran
14-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq mendorong Kementerian Agama (Kemenag) untuk memperkuat posisi Pendidikan Anak Usia...
Legislator Komisi VIII Dorong Peningkatan Profesionalisme Penyelenggaraan Haji
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Surabaya - Anggota Komisi VIII DPR RI Inna Amania menekankan pentingnya efektivitas dan profesionalisme dalam penyelenggaraan ibadah haji. Hal...
Selly Andriany Ingatkan Pentingnya Harmoni Sosial Pasca Perusakan Rumah Doa di Sumbar
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Menanggapi insiden perusakan rumah doa umat Kristiani di Sumatera Barat, Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany...
Selly Andriany Minta Penindakan Tegas atas Perusakan Rumah Doa GKSI di Padang
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, menyayangkan aksi intoleransi yang terjadi di Padang, Sumatera Barat,...