LPKA Fokus Perbaiki Mental Anak
Pola pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) bertujuan memulihkan mental anak yang tersangkut masalah hukum. Demikian salah satu paparan anggota Komisi VIII DPR RI Itet Tridjajati saat Kunjungan Kerja Panja Perlindungan Anak ke LPKA Kelas II B Batam, baru-baru ini.
Menurut politisi PDI-P tersebut, masalah psikologi atau perbaikan mental Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) harus menjadi perhatian bersama, karena itu LPKA harus menjadi tempat tinggal yang layak bagi anak. Selain itu sistem yang diterapkan terhadap warga binaan anak harus dibedakan dengan warga binaan dewasa.
“Harus dipikirkan dampak psikologis jika tahanan anak dititipkan di Rutan Dewasa selama 2 bulan masa renovasi LPKA, karena yang dewasa lebih fokus untuk keamanannya, sedangkan untuk anak-anak yang difokuskan adalah penunjang bagi mental mereka,” ujar Itet.
Hal senada juga diungkapkan Desy Ratnasari, anggota Komisi VIII DPR Dapil Jawa Barat ini yang turut prihatin jika penanganan masalah psikologi anak belum maksimal bahkan kurang tersentuh.
Politisi PAN ini mengusulkan agar pihak LPKA melakukan kerja sama dengan kampus-kampus yang memiliki jurusan psikologi untuk membantu proses rehabilitasi mental anak-anak yang tersangkut masalah hukum.
“Kalapas harus berinisiatif melibatkan institusi pendidikan di Batam yang memiliki jurusan psikologi untuk membantu perbaikan mental anak berhadapan dengan hukum,” saran Desy.
Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR Abdul Fikri Faqih mengatakan LPKA merupakan Lembaga Pembinaan Anak dibawah Kementerian Hukum dan HAM yang harus bersinergi dengan Kementerian lain seperti Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Pendidikan.
“Jadi pendidikan anak juga harus tetap terpenuhi meskipun hak gerak mereka dibatasi. Kesehatan anak juga harus diprioritaskan sehingga semua harus bersinergi,” terang Fikri.
Kunjungan Panja Perlindungan Anak Komisi VIII DPR RI tersebut dilakukan untuk melihat perkembangan rutan khusus anak pertama di Kepri yang belum lama diresmikan namun harus lebih dahulu direnovasi mengubah rutan dewasa menjadi khusus anak.
Dari laporan yang diterima Komisi VIII DPR, anggaran yang dikucurkan senilai 1,4 Miliar. Hal tersebut belum memadai untuk penunjang rutan seluas 8000 meter persegi. Termasuk bangunan baik ruang pendidikan, taman bermain, perpustakaan serta fasilitas kesehatan dan pendidikan.
Kepala LPKA Kelas IIB Batam, Ammam Saifulhaq, mengakui adanya hambatan dan keterbatasan dana serta masalah renovasi yang menjadi sorotan utama Komisi VIII DPR. Karena anggaran yang minim maka langkah yang ditempuh adalah merenovasi bekas rutan bagi tahanan dewasa menjadi konsep LPKA.
“Untuk LPKA ini sarana penunjang untuk anak yang mesti dimaksimalkan. Bukan hanya segi keamanan saja tapi juga sarana pendidikan, olahraga, perpustakaan dan infrastruktur pendukung lainnya,” tuturnya.
Mengenai tahanan anak yang dititipkan di Lapas Barelang Batam, Ammam menjamin maksimal hanya 2 bulan selama masa renovasi dan mereka berada terpisah di sel khusus anak.
“Kebutuhan psikolog cukup mendesak tapi kampus-kampus di Batam belum ada yang memiliki jurusan psikologi, minat masyarakat bekerja di Lapas masih minim, sementara peningkatan kompetensi SDM terkendala moratorium PNS oleh Kemen PAN RB,” pungkas Ammam.(oji)/foto:naefurodji/parle/iw.