Wakil Ketua Komisi VII Bicara Migas di Oxford University

02-07-2015 / KOMISI VII

Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W. Yudha diundang dan menjadi pembicara dalam Konferensi Natural Resources Governance Institute (NRGI) di Oxford, Inggris, baru-baru ini.

 

Pada kesempatan itu, Satya W. Yudha mengatakan, jatuhnya harga minyak dunia dalam rentang beberapa waktu ini sebenarnya memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk melakukan revisi kebijakan harga, seperti subsidi bahan bakar minyak (BBM).

 

“Kecenderungan harga minyak mentah yang jatuh di pasaran dunia seharusnya menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk merevisi kebijakan harga, seperti subsidi BBM," paparnya saat tampil dalam sesi 'Race to the Bottom? How the Price Drop is Impacting Fiscal and Contract Terms',dalam Konferensi NRGI tersebut.

 


Dalam politik anggaran tahun ini (APBNP 2015), sebut Satya, Indonesia berhasil menghemat subsidi BBM hingga USD16,8 miliar atau sektiar Rp 210 triliun. Dalam sejarah APBN kita, baru kali ini dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo berani secara tegas mencabut anggaran subsidi untuk BBM khususnya untuk jenis premium. Subsidi bukan lagi untuk komoditas harga, melainkan subsidi langsung untuk sektor kesehatan dan pendidikan sebagai hasil re-alokasi penghematan anggaran pencabutan subsidi BBM tersebut.

 


“Pengalihan ke subsidi langsung ini dinilai lebih adil ketimbang untuk membayar utang negara atau pun menambah pendapatan pemerintah. Jadi benar-benar subsidi langsung untuk rakyat,” tandas Satya yang juga Wakil Sekjen Partai Golkar ini.

 


Hal lain yang disorot Satya adalah tren menurunnya harga minyak dunia membuat produksi migas di Indonesia juga anjlok 5,6 persen, dari 2148 BOEPD (barrel oil equivalent per day) menjadi 2026 BOEPD. Penurunan ini pun membuat pendapatan Indonesia dari sektor migas turun drastis sebesar 8 persen, menjadi hanya Rp 183 triliun. Hal ini juga mempengaruhi komitmen kontraktor migas dalam memproduksi. Rendahnya komitmen ini ditunjukkan oleh menurunnya pengembangan sumur baru (development well) maupun work over.

 

Mengutip data dari Indonesia Petroleum Association (IPA), Satya menjelaskan sejumlah isu yang dihadapi para kontraktor migas saat ini. Antara lain masih rumitnya birokrasi yang membuat lambannya keputusan perizinan baik untuk eksploitasi, eksplorasi serta produksi. Begitupula dengan tumpang tindihnya regulasi yang bisa memicu ketidakpastian bagi investor. (Sugeng)

BERITA TERKAIT
Komisi VII Dorong Modernisasi dan Penguatan BBIA
22-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Bogor —Komisi VII DPR RI mendorong penguatan peran Balai Besar Industri Agro (BBIA) melalui modernisasi peralatan, peningkatan sumber daya...
Industri Petrokimia Penentu Daya Saing Nasional, Ego Sektoral Harus Dihapuskan
22-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Cilegon – Anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini, menegaskan pentingnya penguatan industri petrokimia sebagai fondasi utama sektor manufaktur...
Komisi VII Soroti Daya Saing Produk Nasional di Tengah Banjir Impor China
22-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Cilegon - Komisi VII DPR RI menyoroti tantangan serius yang dihadapi industri nasional akibat derasnya arus produk impor, khususnya...
Krisis Pasokan Garam & Gas Industri, Komisi VII Minta Pemerintah Siapkan Solusi Konkret
22-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Cilegon– Komisi VII DPR RI menyoroti permasalahan krusial terkait pasokan bahan baku industri, khususnya garam dan gas. Hingga kini,...