BPTUHPT Padang Mengatas, Kebanggaan Sumatera Barat
30-04-2015 /
KOMISI IV

“Kita sudah melihat langsung keberhasilan BPTUHPT di Padang Mengatas bagus sekali, ini kebanggaan Sumatera Barat. Harus bisa menjadi model nasional, pemasok bibit unggulan, kalau ini terwujud kita beri dua jempol,” kata anggota Komisi IV I Made Urip saat melakukan kunjungan kerja, Rabu (29/4/15).
Politisi dari Fraksi PDIP ini menyebut sektor pembibitan sapi ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi sehingga dari sejumlah BPT seperti di Sumbawa, Sumsel, Bali, Batu Raden belum banyak yang berhasil. Ia berharap capaian ini bisa menambah optimisme pemerintah dan DPR dalam mencapai target swasembada daging sapi dan lebih jauh meraih kedaulatan pangan.
Bicara pada kesempatan yang sama anggota Tim Kunker dari Fraksi Partai Golkar Hardisoesilo menyebut upaya membangun balai dengan luas 280 hektar seperti di Padang Mengatas sebenarnya sudah menjadi amanat UU. Akan tetapi menurutnya upaya ini belum didukung political will yang sungguh-sungguh dari pemerintah.
“Dalam UU Peternakan sudah ada aturan yang mengarah kesitu dan kita punya lahan misalnya di pulau-pulau yang tersebar di seluruh Indonesia. Kita harapkan dalam RUU Karantina yang sudah masuk Prolegnas jangka panjang, kebijakan ini bisa dipertegas,” papar dia.
Ia juga mengapresiasi BPTUHPT Padang Mengatas berhasil membangun pemahaman baru ditengah masyarakat yaitu sentra sapi itu dekat dengan kandang yang sempit, kotor dan becek. Di balai modern ini sapi dilepas di alam bebas, di padang rumput yang terawat dengan baik sebagai pakan ternak yang kandungan gizinya terukur.
Kunjungan Kerja yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IV Herman Khairon melihat pengembangan pakan unggul sepeti rumput Legum atau Leguminosa Styloshanthes yang memiliki kandungan protein mencapai 24 persen. Kandungan ini jauh lebih tinggi dibanding rumput gajah yang hanya 9 - 10 persen.
Kepala BPTUHPT Padang Mengatas Ir.Sugiono, MP memaparkan butuh perjuangan untuk bisa bangkit kembali setelah dijarah masyarakat pasca reformasi 1997. Waktu itu peternakan yang dirintis sejak era kolonial Belanda ini, hanya memiliki 70 ekor sapi dan sebagian lahan yang sudah ber-sertifikat dikuasai masyarakat.
Ketika mulai memimpin tahun 2011 lalu, sapi yang dimiliki hanya 144 ekor. Dengan kegigihan lahan yang dikuasai tanpa izin masyarakat tahun 2013 berhasil diambil kembali. Tahun 2015 sapi sudah berkembang menjadi 1000 ekor dan 300 ekor diantaranya dalam keadaan bunting. “Saya mengapresi karyawan saya yang sebagian besar adalah PNS berdedikasi, berhasil menata ulang balai ini. Mereka bekerja tak kenal waktu, siap dipanggil pukul 2 pagi terutama kalau ada sapi yang mau melahirkan,” ungkapnya. (iky)