Peringkat Indeks Inovasi Indonesia Masih Rendah

17-04-2015 / KOMISI X

Peringkat indeks inovasi Indonesia pada tahun 2014 berada di urutan ke 31 dari 148 negara. Walaupun mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya, namun angka ini bisa dibilang cukup rendah, jika dikomparasi dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura ataupun Thailand.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR Mohamad Sohibul Iman usai rapat kerja dengan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi di ruang rapat Komisi X, Gedung Nusantara I, Kamis (16/04/15). Agenda rapat diantaranya membahas mengenai rancangan renstra Kemenristekdikti 2015-2019.

“Sebenarnya perkembangan indeks inovasi kita sudah lumayan maju, karena  sebelumnya kita berada di urutan 40-an. Tapi memang jika dikomparasikan dengan negara tetangga seperti di Malaysia, Thailand, atau Singapura, kita masih tertinggal. Mereka ada di urutan 20-an, bahkan Singapura ada di urutan angka belasan. Kita belum bisa berpuas diri dulu,” kata Sohibul.

Politisi F-PKS ini menjelaskan, dalam menciptakan inovasi diperlukan kerjasama triple helix, yaitu kerjasama antara lembaga teknologi, perguruan tinggi, dan dunia bisnis. Untuk Indonesia, seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (BPPT LIPI).

“Ketiganya harus bekerjasama dan bersinergi dengan baik. Kami berharap dengan penggabungan Ristek dan Dikti dapat meningkatkan itu, karena nanti ada semacam integrasi dan koordinasi. Jika koordinasi itu sudah tercipta, maka Insya Allah inovasi akan semakin meningkat,” harap mantan Wakil Ketua DPR Periode 2009-2014 itu.

Catatan dari Komisi X, tambah Politisi asal Dapil Jawa Barat XI ini, selain kerjasama triple helix itu, Pemerintah juga harus memperhatikan inovasi-inovasi yang diciptakan masyarakat. Sohibul menyebutnya dengan nama grass root innovator, yaitu masyarakat yang memiliki kreatifitas dalam berinovasi namun dengan ketiadaan modal, tidak punya akses pasar, dan sarana prasarana yangs sedikit.

“Kita selain memperhatikan yang triple helix tadi, juga perlu melihat inovasi yang ada di masyarakat. Kalau itu bisa dijalankan, menurut saya ke depannya inovasi akan meningkat,” imbuh Sohibul.

Ketika ditanya bagaimana penerapan hasil inovasi ini kepada masyarakat dan dunia usaha, Sohibul menyatakan masih sangat kurang. Terutama dunia usaha juga masih berpikir ulang harus menciptakan inovasi, namun belum terbayang keuntungannya. Padahal perguruan tinggi dan lembaga Iptek pemerintah sudah cukup menciptakan inovasi.

“Dunia usaha tentunya tidak mau diajak menciptakan suatu inovasi jika tidak terbayang keuntungannya. Pemerintah harus mengembangkan skema-skema insentif, jika usaha ikut serta, akan menghasilkan keuntungan, atau setidaknya tidak rugi. Kemenristek perlu memberikan rangsangan agar dunia bisnis mau memanfaatkan dan bekerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga iptek pemerintah, untuk mau memanfaatkan inovasi-inovasi yang telah diciptakan,” pesan Sohibul.

Prihatin Peringkat PT

Dalam kesempatan yang sama, Sohibul juga mengungkapkan rasa prihatinnya terhadap peringkat Perguruan Tinggi (PT) Indonesia yang masih sedikit top 500 dunia. Bahkan tahun ini Indonesia hanya menempatkan dua perguruan tinggi dalam daftar itu.

“Ini cukup prihatin karena cuma dua yang masuk top 500 dunia. Sebelumnya pernah empat, sekarang cuma dua. Kami berharap kedepannya setidaknya ada lima, ini perlu kerja keras dari kita semua. Dengan beberapa program dari Pemerintah untuk meningkatkan itu, termasuk bagaimana dukungan  akses kepada jurnal, sarana dan prasarana. Saya yakin itu dapat mendongkrak kita untuk masuk top 500 dunia,” imbuh Sohibul.

Masalah masih sedikitnya perguruan tinggi yang berakreditasi A, bahkan jumlah prodi masih banyak berakreditasi C pun mendapat sorotan dari Sohibul. Pemerintah harus bekerja ekstra untuk hal ini.

“Kita sudah tahu standarnya untuk mendapatkan akreditasi A, kalau kriterianya itu bisa kita penuhi, kan bisa kita usahakan. Makanya pemerintah harus benar-benar fokus ke situ. Apa-apa yang menjadi persyaratan itu, harus digenjot,” saran Sohibul.

Sebelumnya, Menristek Muhammad Nasir menjelaskan, saat ini kontribusi terhadap daya saing masih rendah. Peringkat indeks Dikti berada di urutan 61, dan peringkat indeks inovasi masih di urutan 31. Inovasi dari dalam negeri pun masih rendah.

“58 persen teknologi industri masih dari luar, produk inovasi pun masih kecil. Kemudian belum banyak lahirnya perusahaan pemula berbasis teknologi,” jelas Nasir. (sf)/foto:naefurodji/parle/iw.

BERITA TERKAIT
Fikri Faqih Terima Aspirasi Forum Guru Honorer dan PPPK di Jateng, Berharap Solusi Atas Persoalan Kepegawaian
17-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keresahan tengah dirasakan ratusan guru honorer dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Jawa Tengah. Persoalan...
Once Mekel Apresiasi Terbitnya Permenkum Royalti, Fondasi Hukum Pertunjukan dan Musisi Nasional
17-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI, Elfonda Mekel, menyampaikan apresiasi atas terbitnya beleid Peraturan Menteri Hukum (Permenkum) Nomor...
Pidato Presiden Tempatkan Pendidikan, Kesehatan, dan Keadilan Sosial Fondasi Utama Indonesia Emas 2045
15-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyampaikan apresiasi yang tinggi atas pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia,...
Pendidikan Tulang Punggung Utama Menuju Indonesia Emas 2045
15-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, mengingatkan bahwa pendidikan adalah tulang punggung utama dalam...