Komisi VII Terima Masukan dari Hiswana Migas
Komisi VII DPR RI yang membidangi Energi dan Sumber Daya Mineral menerima masukan terkait kebijakan energi dari Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (DPP Hiswana Migas), Rabu (14/1/2014).
Wakil Ketua Komisi VII Satya Widya Yudha yang memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VII dengan Hiswana Migas menyampaikan apresiasi dan mengucapkan terima kasih atas masukan yang disampaikan Hiswana Migas.
“Mohon diberikan masukan juga terhadap kebijakan pemerintah, dan mengenai cara-cara penghitungan biaya pokok produksi daripada BBM sesuai karakteristik yang akan memperkaya kita agar pada gilirannya nanti Komisi VII rapat dengan Pertamina dan kemudian dengan Menteri ESDM sudah bisa memberikan satu gambaran, jadi tidak berbicara untung rugi saja tetapi memberikan masukan secara komprehensif,” papar Satya di Ruang Rapat Komisi VII, Gedung DPR RI, Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Hiswana Migas Eri Purnomohadi menyampaikan tentang Kemandirian dan Ketahanan Energi. Dimana kemandirian energi, menurutnya, minimal harus memenuhi tiga hal yaitu ketersediaan, aksesibilitas dan daya beli. Ketiga faktor ini harus saling mendukung terutama dalam hal produk dan infrastruktur. Dan SPBU merupakan infrastruktur bagian terdepan daripada kemandirian energi. SPBU di Indonesia adalah milik pengusaha nasional dan investasinya menggunakan sumber daya nasional.
“BBM Diproduksi di kilang tapi tidak bisa disalurkan ke SPBU itu berarti aksesibilitasnya rendah. SPBU merupakan infrastruktur terdepan dari kemandirian energi,” ujar Eri.
“Hubungan kemandirian dan ketahanan energi adalah dimana kemampuan untuk merespon perubahan energi global dimana saat ini harga crude turun terus sampai ke dasar $ 40 dan kemampuan untuk menjamin ketersediaan energi dengan harga yang terjangkau,” tambahnya.
Dijelaskan Eri, jika energi tersedia tapi harganya tidak terjangkau maka masyarakat tidak dapat mengkases energi tersebut, dan jika harga terjangkau tapi tidak tersedia maka masyarakat tidak bisa memanfaatkan energi.
Eri juga menyampaikan keluhan apa yang terjadi ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan menurunkan harga BBM, dimana para pengusaha SPBU tidak mendapatkan kompensasi dari turunnya harga tersebut.
Selain itu, ada beberapa daerah seperti di Papua dimana pengusaha boleh menentukan harga sendiri dari harga yang ditentukan pemerintah.
Selanjutnya, dalam kesempatan tersebut Eri mengusulkan beberapa hal antara lain, satu, pemberian margin usaha yang wajar dan fair kepada pengusaha mias hilir sebagai pengembangan usaha.
Kedua, melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang cenderung ke arah liberalisasi bisnis hilir migas. Ketiga, adanya proteksi terhadap pengusaha hilir migas khususnya bisnis SPBU dan LPG. Terakhir, keempat, mengusulkan revisi UU Migas harus mengakomodir kepentingan pengusaha nasional dan memihak kepada usaha kecil dan menengah di kegiatan usaha hilir migas.
Terhadap berbagai masukan dan usulan yang disampaikan Hiswana Migas tersebut mendapatkan kritikan dari Pimpinan dan Anggota Komisi VII yang hadir.
Ketua Komisi VII, Kardaya menegaskan Komisi VII ingin mendapatkan masukan yang fear dan wajar, serta usulan yang konkrit.
“Proteksi seperti apa yang diinginkan, apa isi dari revisi UU Migas. Mestinya kesempatan ini digunakan untuk menyampaikan apa yang bapak-bapak mintakan. Takutnya apa yang dimaksud DPR berbeda dengan yang dimaksudkan bapak-bapak dari Hiswana Migas,” tegas Kardaya.
Diakhir rapat, pimpinan rapat Satya Widya Yudha meminta DPP Hiswana Migas memberikan jawaban lengkap dan komprehensip berbagai pertanyaan Komisi VII DPR dan disampaikan ke Komisi VII pada tanggal 19 Januari 2015. (sc), foto : naefurodjie/parle/hr.