REFORMASI BIROKRASI MASIH SEBATAS SLOGAN

29-10-2009 / KOMISI II

            Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Mustokoweni Murdi mengatakan, reformasi birokrasi yang sering didengung-dengungkan selama ini masih sebatas slogan, atau jika sudah dijalankan reformasi birokrasi itu masih jalan di tempat.

            Demikian dikatakan pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Anwar Sanusi dan Mohammad Taufiq, mewakili Lembaga Administrasi Negara, Kamis (29/10) yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II DPR Teguh Juwarno (F-PAN).

            Mustokoweni mengatakan, banyak aparat birokrasi di bawah yang belum mengerti apa reformasi birokrasi dan untuk apa pembuatan grand disain itu. Mereka juga tidak tahu remunerasi itu untuk apa.”Bagaimana mereka akan menjalankan reformasi  jika mereka tidak tahu kegunaan dari reformasi itu,” kata Mustokoweni. 

            Dia menambahkan, banyak hal yang perlu dilakukan reformasi dalam tubuh birokrasi kita diantaranya adalah reformasi kelembagaan, reformasi administrasi dan reformasi sumber daya manusia (SDM).

            Karena itu, dalam hal rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus dilakukan secara transparan dan selektif. Hal ini dilakukan karena berhubungan dengan kualitas SDM yang akan duduk pada birokrasi pemerintah.

            Mustokoweni juga menanyakan, berapa jumlah ideal dalam jajaran birokrasi dari tingkat pusat sampai dengan tingkat II untuk melayani 230 juta penduduk Indonesia. Penentuan jumlah ini penting mengingat perlunya birokrasi yang efektif dan efisien dengan memanfaatkan sumber daya manusia seefisien mungkin.

            Selain itu, Mustokoweni melihat reformasi kelembagaan yang dijalankan tidak pernah konsisten. Struktur organisasi yang ada pada lembaga pemerintah cenderung “gemuk”. Padahal dalam melakukan reformasi kelembagaan seharusnya ramping struktur dan kaya akan fungsi.

            Senada dengan itu, anggota dari Fraksi PAN Sukiman menilai, wajah birokrasi kita masih karut marut. Banyak hal-hal yang sudah membudaya pada pegawai kita yang sulit untuk berubah, seperti kiasan “kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah”. “Bagaimana kita merubah pola pikir yang sudah tertanam itu,” kata Sukiman.

            Menurut Sukiman, alur birokrasi yang sangat panjang juga menjadi salah satu penghambat berjalannya reformasi birokrasi. Seharusnya kita mencari jalan bagaimana langkah yang ditempuh untuk memotong panjangnya alur birokrasi ini sehingga lebih cepat dan efisien dalam melayani publik.

            Pada kesempatan tersebut Anwar Sanusi mengatakan, bengkaknya lembaga yang ada di negara kita bukanlah semata-mata kesalahan dari pemerintah saja, tapi juga kesalahan Undang-undang. Karena, kata Sanusi, UU mengamanatkan dibentuknya komisi-komisi sehingga memperbanyak lembaga yang ada di pemerintahan. “Jadi dalam hal ini, harus menjadi warning yang cukup jelas dalam mereformasi kelembagaan,” katanya.

            Berdasarkan hasil survey Lembaga Survey Nasional, ada kurang lebih 90 lembaga non struktural. Tugas-tugas lembaga dalam pemerintahan ini sering terjadi over lapping antara lembaga yang satu dengan lembaga yang  lain.

            Menjawab pertanyaan berapa jumlah ideal aparatur pemerintah untuk melayani masyarakat, dalam hal ini Sanusi mengatakan tidak ada ratio yang paling tepat menyebutkan jumlahnya. Sekarang ini jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 230 juta, jumlah aparatur pemerintah sebanyak kurang lebih  3,9 juta orang.

            Namun dalam hal ini Taufiq mengatakan, jumlah 3,9 juta orang aparatur pemerintah tersebut terlalu banyak.

            Taufiq juga mengatakan, tujuan kita melaksanakan reformasi birokrasi adalah untuk mendapatkan birokrasi yang akuntabel, professional, efektif dan efisien. Selama ini, kata Taufiq, masalah utama birokrasi kita adalah korupsi, kolusi dan kinerja yang rendah.  

            Dalam menjalankan kebijakan reformasi, pemerintah saat ini telah membuat program-program diantaranya adalah penataan sistem,  penataan organisasi, penataan tata laksana, penataan sistem manajemen SDM , penguatan unit organisasi, penyusunan peraturan perundang-undangan dan melakukan pengawasan internal.

            Secara umum Taufiq melihat kendala yang dihadapi dalam menjalankan kebijakan reformasi adalah reformasi diidentikan dengan perbaikan remunerasi. Selain itu, reformasi belum berorientasi pada perbaikan layanan kongkrit kepada masyarakat dan program reformasi kurang mendapatkan perhatian dan dukungan baik dari pimpinan, pegawai dan lingkungan politik yang memadai. (tt)

           

 

BERITA TERKAIT
Legislator Minta MK Bijak Putuskan Gugatan untuk Batalkan Keputusan Pemisahan Pemilu
06-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf minta MK bijak dalam memutuskan gugatan untuk membatalkan putusan MK...
Komisi II Sambut Positif Usulan RUU BUMD, Standardisasi Kompetensi SDM Jadi Kunci
31-07-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menyatakan bahwa pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah...
Komisi II Dorong Penguatan GTRA untuk Selesaikan Konflik Agraria di Daerah
29-07-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Ternate – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinnizamy Karsayuda, menegaskan pentingnya optimalisasi Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di seluruh...
Reforma Agraria Harus Berpihak pada Rakyat, Tanah Menganggur Wajib Dievaluasi
29-07-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Ternate — Anggota Komisi II DPR RI, Rusda Mahmud, menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan penyelesaian berbagai persoalan pertanahan di daerah,...