Komisi V DPR Akan Tutup STIP Bila Kasus Kekerasan Terulang
Ketua Komisi V DPR Laurens Bahang Dama mengatakan, tujuan kunjungan kerja ke Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) di Marunda, dalam rangka untuk mengetahui aktivitas operasional kegiatan Sekolah tersebut pasca musibah meninggalnya taruna di Sekolah tersebut akibat tindakan kekerasan seniornya.
Pasalnya, lanjut Laurens, secara operasional STIP berada dibawah Kementerian Perhubungan, tentunya Komisi V DPR bertanggung jawab dari sisi pengawasan dan anggarannya. Sementara dari sisi teknis akademis berada dibawah Kementerian Pendidikan.
"Kita ingin sistem pendidikan kita tetap memegang disiplin namun tanpa kekerasan,"ujarnya saat diwawancarai oleh Parlementaria, seusai kunjungan ke STIP Marunda, Senin, (19/5).
Menurutnya, Konsep senior dan junior harus diputus dengan dibarengi oleh konsep kekeluargaan artinya jangan sampai senior selalu benar. "Mata rantai harus diperbaiki, misal sistem pendidikan dari sisi etika. DPR memiliki kewenangan sisi operasional kita bisa merekomendasi kepada Mendikbud untuk ditutup jika terulang kembali,"ujarnya.
Dia mengharapkan, STIP dapat menghasilkan tenaga operasional dengan tidak menerapkan budaya kekerasan. "Kita akan mengundang Pihak Kementerian Perhubungan maupun Kemendikbud membahas persoalan ini nanti,"ujarnya.
Sementara Kepala Badan Pengembangan Sumber daya manusia perhubungan Santoso Eddy Wibowo mengatakan. Pihaknya benar-benar terpukul dan duka mendalam karena munculnya kejadian penganiayaan Taruna STIP yang dipukul oleh kakak senior hingga yang bersangkutan meninggal dunia. "Kejadian tersebut merupakan hari berkabung Badan Pengembangan SDM Perhubungan selama 5 hari,"katanya.
Menurutnya. Badan pengembangan SDM Perhubungan telah dipanggil obudsman untuk menjelaskan rinci terkait proses pelayanan publik yang diberikan alur proses pembelajaran di STIP
Dia menambahkan, terdapat 32 langkah perbaikan dan penyempurnaan metode dan pola pengasuhan taruna. Diantaranya melakukan Mereview skema rekruitment instruktur pengasuh taruna dan penempatannya.
Berikutnya, Menghilangkan doktrin-doktrin anti kekerasan melalui pembentukan agent of change antara lain menunjuk petugas anti violence observer serta kampanye, penyuluhan dan seminar anti kekerasan. "Kemudian merumuskan anti kekerasan verbal, selain itu Penyebaran muatan 49 karakter softkill ke dalam mata kuliah wajib (agama, kewarganegaraan, bahasa Indonesia, pancasila),"tambahnya.
Selain itu, lanjutnya, akan ditingkatkan kegiatan ceramah agama, training motivasi, outbond dan ceramah umum. "Kita juga akan melengkapi softskill pada konsep pedmoan pembentukan competency dan penyempurnaan pedoman pola asuh taruna,"ujarnya. (Sugeng Irianto), foto : andri/parle/hr.