BUMN Tidak Lagi Dapat PMN, Mulyadi: Kebijakan Danantara Harus Sinkron dan Transparan
Anggota Komisi VI DPR RI, Mulyadi, saat Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Senin (24/6/2025). Foto: Saum/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI, Mulyadi, menyoroti soal kebijakan Danantara yang menyatakan tidak akan lagi menyalurkan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebab itu, ia menegaskan pentingnya sinkronisasi kebijakan antara Danantara, Kementerian BUMN, dan para direksi BUMN agar tidak terjadi kekosongan pembiayaan terhadap proyek-proyek strategis nasional.
Demikian pernyataan ini ia sampaikan kepada Parlementaria di sela-sela agenda Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Senin (24/6/2025). Sebelumnya, Chief Operating Officer (COO) Danantara Dony Oskaria menyatakan pihaknya kini memiliki wewenang untuk memberikan suntikan modal kepada BUMN.
Adanya kebijakan ini membuat PMN yang diberikan melalui mekanisme anggaran negara ditiadakan. Dirinya pun memastikan pemberian suntikan modal kepada BUMN akan melewati proses yang berlapis dan ketat.
Tidak hanya itu saja, tegasnya, akan ada tahapan kajian terkait sektor mana saja dan seberapa besar modal yang akan disuntikkan. Menanggapi, Mulyadi menilai keputusan ini tidak bisa diambil sepihak tanpa memperjelas peran dan fungsi masing-masing entitas.
“Saya membaca pernyataan bahwa Danantara menyatakan tidak ada lagi PMN. Sementara, per hari ini, setoran dividen BUMN yang masuk ke rekening Danantara sudah hampir Rp80 triliun. Ini harus dipertanyakan, karena dana tersebut bisa menjadi 'idle fund' yang tidak bergerak secara optimal,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa banyak proyek yang masih dalam tahap 'greenfield' atau kajian awal, sehingga belum siap secara komersial. Dalam kondisi tersebut, absennya PMN dapat membuat BUMN kesulitan menjalankan mandat strategisnya.
“Kalau Danantara menutup pintu PMN, sementara proyek masih membutuhkan sokongan modal, akan muncul gap pembiayaan. Harus ada sinkronisasi agar negara tidak mengalami 'opportunity loss' karena dana dividen hanya mengendap,” ujarnya.
Maka dari itu, Politisi Fraksi Partai Gerindra mendorong agar Kementerian BUMN sebagai regulator tidak bersikap pasif dan justru memperjelas posisi serta strategi pendanaan BUMN ke depan. “Kita tidak bisa biarkan dualisme terjadi. Negara harus clear and clean dalam kebijakan investasi, baik melalui APBN maupun mekanisme Danantara,” ungkapnya.
Dalam konteks situasi ekonomi global yang tidak menentu, dirinya memperingatkan bahwa setiap langkah kebijakan fiskal dan investasi harus diperhitungkan secara matang. “BUMN adalah pilar fiskal dan ekonomi kita. Jika mereka tidak punya ruang fiskal atau akses pendanaan memadai, maka kemampuan mereka menjaga ketahanan ekonomi juga terganggu,” katanya.
Lebih jauh, ia mendorong agar direksi dan komisaris BUMN tidak sekadar menjalankan fungsi administratif atau seremonial. “Ini saatnya kerja konkret. Jangan hanya sibuk pencitraan, tapi harus ada improvisasi dan inovasi yang benar-benar berdampak pada kekuatan ekonomi nasional,” pungkas Mulyadi. (um/rdn)