Perang Lawan Judi Online, Yulius Setiarto: Perlu Terobosan Strategis
Anggota Komisi I DPR RI, Yulius Setiarto, saat diwawancarai Parlementaria di Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, Rabu (16/4/2025). Foto: Saum/vel
PARLEMENTARIA, Depok - Pemerintah Indonesia kembali menghadapi tantangan besar dalam upaya memberantas praktik judi online yang semakin canggih dan masif. Meski ribuan situs telah diblokir, gelombang baru terus bermunculan, menunjukkan bahwa langkah-langkah yang ada saat ini belum cukup untuk meredam fenomena ini secara menyeluruh.
Anggota Komisi I DPR RI, Yulius Setiarto, menyoroti bahwa upaya penindakan yang dilakukan pemerintah saat ini masih lebih banyak terjadi di "atas permukaan". Menurutnya, pemberantasan judi online harus menyentuh akar masalah dan melibatkan seluruh kekuatan negara secara terkoordinasi.
“Kalau hari ini diblokir, besok bisa muncul seribu lagi. Artinya, kita tidak bisa hanya mengandalkan pemblokiran. Harus ada strategi yang memberikan efek jera besar, menyasar jaringan penggerak di baliknya,” ujar Yulius saat ditemui oleh Parlementaria di Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, Rabu (16/4/2025).
Perlu diketahui, judi online bukan sekadar aktivitas ilegal biasa. Dalam banyak kasus, aktivitas ini dikendalikan oleh sindikat terorganisir dengan modal besar dan teknologi mutakhir. Di sisi lain, daya tariknya menyasar lapisan masyarakat luas, terutama kelompok rentan seperti pelajar, pekerja informal, hingga ibu rumah tangga.
Yulius menegaskan bahwa regulasi yang ada saat ini belum cukup mengatur sanksi terhadap pelaku maupun penyedia platform. Ia mendorong lahirnya kebijakan yang tidak hanya represif, tetapi juga preventif dan korektif. “Saya usulkan, misalnya, bantuan sosial seperti KJP bisa dicabut bagi warga yang terbukti terlibat judi online. Ini bukan soal menghukum, tapi memberi pesan tegas bahwa negara tidak menoleransi perilaku menyimpang ini,” tegasnya.
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menekankan pentingnya kolaborasi antarinstansi dalam menangani kejahatan siber ini. Bukan hanya Kominfo dan kepolisian, tetapi juga lembaga seperti BSSN, Kementerian Sosial, bahkan dunia pendidikan. “Perlu dibentuk pokja atau gugus tugas yang lintas sektor, dari pemerintah hingga DPR, lintas komisi. Ini bukan urusan satu pihak saja, tapi tantangan nasional,” terangnya.
Ia pun mengusulkan agar Komisi I, Komisi III, Komisi VIII, dan Komisi X di DPR RI membentuk forum sinergi legislasi dan pengawasan khusus untuk isu ini. Hal itu, menurutnya, penting untuk membangun kerangka hukum dan kelembagaan yang kuat dalam melawan judi online.
Meski kompleksitas tantangan ini tinggi, Yulius tetap menyimpan optimisme. Ia melihat ada komitmen nyata dari para pemangku kepentingan, meskipun perlu didorong dengan upaya berkelanjutan. “Pemberantasan ini tidak bisa berhenti di satu titik. Harus dilakukan terus-menerus karena para pelaku juga semakin pintar, semakin canggih. Kita pun harus lebih canggih dari mereka,” ujarnya.
Pemerintah, katanya, perlu berinvestasi lebih besar pada teknologi deteksi, literasi digital masyarakat, serta memperkuat kerja sama internasional, mengingat banyak server situs judi online berada di luar negeri. Seiring meningkatnya ancaman judi online terhadap generasi muda dan ketahanan sosial masyarakat, baginya, dorongan untuk melakukan reformasi regulasi dan peningkatan penegakan hukum semakin mendesak.
“Ini bukan soal teknologi semata. Ini soal menjaga moral publik, integritas bangsa, dan masa depan anak-anak kita,” pungkas Yulius. (um/aha)