BK Tanda Tangani MoU dengan STHB, Perkuat Legislasi dan Revisi UU Ketenagakerjaan
Kepala Badan Keahlian DPR RI Inosentius Samsul menandatangani MoU dengan Ketua Sekolah Tinggi Hukum Bandung Asep Suryadi di STHB, Bandung, Jawa Barat, hari Selasa(15/04/2025). Foto: Munchen/vel
PARLEMENTARIA, Bandung - Badan Keahlian Setjen DPR RI menjalin kerja sama dengan Sekolah Tinggi Hukum Bandung (STHB) melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) sebagai langkah strategis untuk memperkuat kualitas kajian dan produk kebijakan legislatif. Kepala Badan Keahlian (BK) Setjen DPR RI Inosentius Samsul, menyatakan bahwa kerja sama ini diharapkan mampu menjadi saluran bagi kontribusi akademik STHB dalam mendukung kerja-kerja legislasi di DPR RI.
“Dengan adanya MoU dengan Sekolah Tinggi Hukum Bandung, maka diharapkan pemikiran-pemikiran ataupun aktivitas akademik yang ada di STHB juga bisa tersalurkan ke Badan Keahlian. Sekaligus meningkatkan kualitas produk-produk ataupun dokumen-dokumen kebijakan yang disiapkan oleh Badan Keahlian,” kata Sensi dengan panggilan akrabnya, saat wawancara pada Parlementaria di STHB, Bandung, Jawa Barat, Selasa (15/4/2025).
Sensi juga menyoroti urgensi revisi Undang-undang Ketenagakerjaan menyusul Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023, yang menginstruksikan perlunya pembentukan Undang-undang tersendiri di luar Undang-undang Cipta Kerja.
“Karena begitu banyak substansi berkaitan dengan ketenagakerjaan maka MK meminta supaya dibuat Undang-undang tersendiri tentang ketenagakerjaan, yang memperbaiki, mencabut, atau menggantikan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” tambahnya.
Sementara, Plt. Kepala Pusat Perancangan UU Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, Pembangunan, dan Kesejahteraan Rakyat Wiwin Sri Rahyani, menjelaskan bahwa materi-materi yang dibatalkan oleh MK untuk dikaji ulang dan menjadi bahan diskusi lanjutan dalam proses penyusunan RUU oleh Komisi IX DPR RI.
“Beberapa materi yang di-judicial review antara lain terkait penggunaan tenaga kerja asing, PKWT, pesangon, kebijakan pengupahan, dan waktu istirahat. Semua masukan telah kami rekapitulasi dan diskusikan, dan hasilnya akan menjadi bahan awal penyusunan RUU yang akan dibahas lebih lanjut di DPR RI,” jelas Wiwin.
Setelah pembahasan di Komisi IX, proses legislasi akan dilanjutkan dengan harmonisasi di Badan Legislasi DPR RI hingga penetapan RUU oleh Paripurna DPR RI untuk kemudian dibahas bersama pemerintah.
Kerja sama ini menjadi bagian dari upaya DPR RI dalam membangun proses legislasi yang inklusif dan berbasis keilmuan, demi menghasilkan kebijakan publik yang lebih tepat sasaran dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. (mun/aha)