Taufan Pawe: 24 Daerah Alami PSU Bukti KPU Tidak Profesional dalam Pilkada Serentak

10-03-2025 / KOMISI II
Anggota Komisi II DPR RI Taufan Pawe dalam RDP Komisi II DPR RI dengan KPU, Bawaslu, dan Kemendagri di ruang rapat Komisi II DPR, Senayan, Jakarta, Senin (10/3/2025). Foto : Mu/Andri

PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Taufan Pawe menilai dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meminta adanya Pemungutan Suara Ulang (PSU) menandakan KPU tidak professional dalam menyelenggarakan Pilkada Serentak 2024.

 

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah untuk Pilkada 2024. Perintah MK tersebut merupakan keputusan dari sidang perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala daerah yang berlangsung pada Senin, 24 Februari 2025.

 

“Begitu banyaknya klaster permasalahan dari putusan MK, secara jujur harus kita akui inti persoalannya adalah pada penyelenggara. Sangat vulgar putusan Mahkamah Konstitusi itu dan semua dictum, maupun posita semua menggambarkan adanya sebuah proses dari penyelenggara yang tidak profesional. Kalau profesional mana mungkin bisa terungkap dalam forum persidangan surat terpidana dan masa periodisasinya belum berakhir,” ujar Taufan dalam RDP Komisi II DPR RI dengan KPU, Bawaslu, dan Kemendagri di ruang rapat Komisi II DPR, Senayan, Jakarta, Senin (10/3/2025).

 

Ia pun berharap dengan kejadian itu, dapat menjadi pembelajaran ke depan, khususnya bagi 24 daerah yang menyelenggarakan PSU. Ia pun berharap setiap stakeholder yang menyelenggarakan PSU dapat melakukan dengan penuh integritas dan sesuai kompetensinya.

 

“Misalnya terkait dengan persoalan ijazah yang menjadi klaster permasalahan putusan MK. Penyelenggara PSU hanya berkewajiban melihat fotocopy yang telah dilegalisir ijazah yang bersangkutan berarti penyelenggara hanya punya kewenangan untuk melihat syarat formal, sementara syarat materi tidak ada,” jelasnya.

 

Menurut Politisi dari Fraksi Partai Golkar ini, seharusnya penyelenggara menelusuri apakah yang bersangkutan masuk daftar ujian akhir di sekolah itu atau tidak. Karena, tegasnya, jika terkait ijazah asli atau palsu maka masuk ke ranah pengadilan dan membutuhkan waktu yang panjang untuk menyeledikinya.

 

Sehingga, ia berharap agar pihak penyelenggara PSU berani mengambil keputusan, yang didukung oleh DKPP bahwa ijazah yang terindikasi diduga tidak prosedur itu diminta yang bersangkutan untuk mengundurkan diri.

 

“Karena kalau PSU digugat lagi, kapan berakhirnya ini masalah? Di mana kepastian hukum dan keadilannya ini masalah? Kasihan Republik ini Pak, kalau kita hanya berkutat pada persoalan seperti ini,” tegasnya. (ayu)

BERITA TERKAIT
Belajar dari Kasus di Pati, Jangan Ada Jarak Kepala Daerah dan Rakyatnya
14-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menilai kasus yang terjadi di Pati, Jawa Tengah antara kepala...
Legislator Minta MK Bijak Putuskan Gugatan untuk Batalkan Keputusan Pemisahan Pemilu
06-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf minta MK bijak dalam memutuskan gugatan untuk membatalkan putusan MK...
Komisi II Sambut Positif Usulan RUU BUMD, Standardisasi Kompetensi SDM Jadi Kunci
31-07-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menyatakan bahwa pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah...
Komisi II Dorong Penguatan GTRA untuk Selesaikan Konflik Agraria di Daerah
29-07-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Ternate – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinnizamy Karsayuda, menegaskan pentingnya optimalisasi Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di seluruh...