Sutrisno Nilai Persoalan Kedelai Terjadi Karena Rendahnya Produksi Dalam Negeri
Anggota Komisi IV DPR RI Sutrisno saat menghadiri RDPU Komisi IV DPR RI dengan dengan Penggiat Koro Pedang; Ketua Umum Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia; Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR INDONESIA); Ketua Umum Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI); dan Ketua Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (21/3/2022). Foto : Arief/mr
Anggota Komisi IV DPR RI Sutrisno menilai persoalan akan sulitnya mendapatkan dan tingginya harga bahan baku kedelai yang dialami pengusaha seperti tahu tempe, terjadi karena produksi kedelai dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan. Menurutnya, yang menjadi persoalan rakyat tentunya harus dibela dan diperjuangkan.
“Tadi disebutkan, pengrajin tahu cenderung cocok pakai kedelai lokal, 1 juta. Tentunya sisanya 2 juta karena sampai hari ini pengrajin tempenya lebih menyukai kedelai impor,” ujar Sutrisno dalam RDPU Komisi IV DPR RI dengan dengan Penggiat Koro Pedang; Ketua Umum Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia; Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR INDONESIA); Ketua Umum Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI); dan Ketua Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (21/3/2022).
Ia juga menjelaskan, anggaran pengembangan kedelai di setiap tahunnya itu cukup besar. Namun di lapangan, masyarakat cenderung lebih tertarik untuk memanfaatkan lahannya untuk menanam tanaman lainnya daripada kedelai. Karena itu, Komisi IV DPR RI berusaha untuk menekan pemerintah untuk terus meningkatkan produktivitas kedelai ini agar petani juga terangsang untuk menanam kedelai. Sehingga secara ekonomis punya nilai yang lebih mencukupi dibandingkan dengan penembangan pertanian lainnya.
“Pertanyaan saya adalah berapa yang bapak serap dari hasil produksi kedelai lokal itu? Memang petani itu tidak tertarik untuk menanam kedelai itu, karena produksinya kalau paling bagus bisa 2 ton, rata rata 1,3-1,5 ton. Dengan harga Rp9 ribu saja, kurang lebih 10 jutaan kan, dapatnya? Masih lebih menarik dimanfaatkan lahannya untuk tanaman yang lainnya,” seloroh politisi PDI-Perjuangan tersebut.
Indonesia sebelumnya sempat mengalami kenaikan harga dan kelangkaan bahan baku kedelai. Hal tersebut menyebabkan berkurang atau menghilangnya sebagian produsen tempe. Meski telah tertangani, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi selaku pimpinan rapat mewanti-wanti bahwa kondisi tersebut berpotensi terjadi kembali selama pasokan kedelai dalam negeri belum tercukupi dan bergantung pada impor. (hal/sf)