Saleh Daulay: Aturan Pemerintah Jangan Rugikan Masyarakat

12-02-2022 / KOMISI IX
Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay. Foto: Dok/Man

 

Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyatakan belum mendapat keterangan yang jelas dan lengkap terkait Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022. Dalam rapat-rapat dengan Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan, perubahan tentang mekanisme penarikan Jaminan Hari Tua (JHT) tidak dibicarakan secara khusus. Bahkan dapat dikatakan, belum disampaikan secara komprehensif. 

 

"Mestinya, rencana terkait penetapan kebijakan ini sudah di-sounding dulu ke DPR. Mulai dari payung hukumnya, manfaatnya bagi pekerja, sampai pada keberlangsungan program JHT ke depan. Dengan begitu, kalau ditanya (masyarakat), kita bisa menjelaskan,” keluh Saleh dalam keterangan persnya, Sabtu (12/2/2022). 

 

Menurut Saleh, seharusnya pemerintah memastikan setiap aturan tidak merugikan para pekerja. Karena jika penolakan terjadi dikhawatirkan akan menyebabkan tidak efektifnya kebijakan dimaksud. "Para pekerja kelihatannya merasa sering ditinggalkan. Ada banyak kebijakan pemerintah yang seakan diputus secara sepihak. Mulai dari UU Ciptaker (Undang-Undang Cipta Kerja) sampai pada persoalan upah minum. Hari ini, ada pula persoalan JHT yang hanya bisa ditarik setelah 56 tahun,” terang Saleh.

 

"Saya dengar, alasan pemerintah adalah agar tidak terjadi double klaim. Di satu pihak ada jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), di pihak lain ada JHT. Lalu, katanya, kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi JHT ke tujuan awalnya,” tambah Saleh. Namun masalahnya, lanjut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut, JKP itu payung hukumnya adalah UU Ciptaker. 

 

“Apakah (aturan JKP) sudah bisa diberlakukan? Bukankah Permenaker ini dikeluarkan setelah putusan MK yang menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat? Kalaupun misalnya JKP sudah boleh diberlakukan, lalu mengapa JHT harus 56 tahun? Apa tidak boleh misalnya diambil berdasarkan situasi dan kondisi pekerja? Katakanlah, misalnya, karena kondisi pekerja yang sangat sulit, lalu dibolehkan dapat JKP dan JHT? Atau banyak opsi lain yang dimungkinkan,” ungkap Saleh.

 

Selain itu, Saleh melihat bahwa kebijakan ini kurang sosialisasi. Artinya, kementerian ketenagakerjaan belum maksimal mengedukasi masyarakat terkait JKP. Kalau betul JKP ini bagus, tentu masyarakat akan mendukung. Permenaker Nomor 2 Tahun 2020 masih sangat layak untuk diperbincangkan di publik. Diskusi publik itu dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, terutama dari kalangan pekerja.

 

“Kalau hasil diskusi publik itu ternyata menyebut bahwa Permenaker ini merugikan para pekerja, kita mendorong agar Permenaker ini dicabut.  Harus dibuka ruang untuk diskusi. Tidak baik juga kalau suatu kebijakan strategis tidak melibatkan pihak-pihak terkait,” jelas legislator dapil Sumatera Utara II tersebut. (rnm/sf)

BERITA TERKAIT
Netty Aher: Akses Kesehatan Dasar Harus Jangkau Seluruh Lapisan
21-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani Aher, turut menyampaikan duka cita mendalam atas...
Program MBG Jangkau 20 Juta Penerima, Pemerintah Harus Serius Jawab Berbagai Keluhan
18-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menanggapi pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR 2025...
Nurhadi Ungkap Banyak Dapur Fiktif di Program MBG, BGN Diminta 'Bersih-Bersih’
14-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi menemukan adanya 'dapur fiktif' dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG),...
Kunjungi RSUP, Komisi IX Dorong Pemerataan Layanan Kesehatan di NTT
13-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Kupang - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris menyampaikan apresiasi atas pengelolaan RSUP dr. Ben Mboi Kupang...