Menkumham Minta Maaf di Komisi III
Beberapa anggota Komisi III DPR RI mempertanyakan pilihan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengajukan banding terhadap putusan pengadilan PTUN yang menerima gugatan tujuh terpidana kasus korupsi terhadap kebijakan pengetatan remisi. Pasalnya upaya banding tersebut bertentangan dengan janji yang pernah disampaikannya pada rapat kerja dengan komisi hukum ini.
“Pak Menteri mengatakan apabila vonis hakim PTUN telah keluar tidak akan mengajukan banding. tetapi kemaren anda malah melakukannya,” kata anggota Komisi III dari FPDIP Sayed Muhammad Mullady dalam Rapat Kerja dengan Menkumham di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (12/3/12).
Hal senada juga disampaikan anggota Komisi III dari FP Gerindra Martin Hutabarat. “Walaupun kita sedang mengadakan rapat membahas anggaran, saya meminta keterangan dari menteri mengapa banding dalam kasus yang sudah diputus majelis hakim PTUN ini. Apakah karena beberapa anggota DPR mengajukan usul interpelasi?” tandasnya.
Menjawab hal ini Menkumham menjelaskan mengambil langkah banding karena mempertimbangkan masalah lebih besar yang mungkin timbul. PP no. 28 tahun 2006 tentang Pengaturan Hak Warga Binaan tidak semata-mata untuk koruptor tetapi juga berlaku bagi pelaku terorisme, bandar narkoba dan pelaku kejahatan terorganisasi lainnya. Bukan tidak mungkin narapidana kejahatan tersebut akan memanfaatkan ruang putusan tersebut.
“Saya mohon maaf kalau dianggap tidak konsisten dengan apa yang menjadi pernyataan saya karena ada hal-hal kepentingan besar yang perlu saya bela. Saya ambil resiko biar citra saya dikatakan tidak konsisten,” papar Menkumham.
Pada bagian lain ia memaparkan fakta ada narapidana koruptor yang memilih tidak mau membayar uang pengganti seperti ditetapkan pengadilan. Jumlah total uang pengganti para koruptor ini mencapai Rp. 34,2 miliar lebih. “Hanya 5 orang yang mau membayar sedangkan 48 orang memilih tetap dipenjara. Napi koruptor yang tidak mau membayar apakah ia dapat segera memperoleh pembebasan bersyarat?” lanjutnya.
Anggaran Pembangunan Lapas
Anggota Komisi III dari FPAN Yahdil Abdi Hararap mendukung penambahan anggaran bagi Kementrian Hukum dan HAM untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapas dan rutan di seluruh Indonesia. “Banyak lapas, rutan yang sudah tidak memadai baik dalam konteks over capacity atau dalam konteks wilayah. Pembangunan dan perbaikan program multi years memang harus kita lanjutkan,” imbuhnya.
Ia mengingatkan penataan Rutan harus memperhatikan efektivitas dan efisiensi. Sebagai contoh menurutnya rutan yang terletak di Pulau Telo, Sumut yang tidak ditangani dengan benar. Beberapa petugas yang ditempatkan disana hanya menjaga mesin genset karena tidak ada tahanan di lokasi itu. Ia meminta agar seluruh aktivitas dipindahkan saja ke pulau terdekat, Nias.
Eddy Ramli Sitanggang anggota Komisi III dari FPD meminta penambahan anggaran dalam APBNP dapat memperkuat petugas di Lapas. Tanpa adanya keseimbangan antara penghuni dan pegawai, upaya perbaikan hanya akan sia-sia. Ia memberi contoh pada kasus kerusuhan di Lapas Kerobokan, Bali. Pada saat itu hanya 13 petugas yang mengawasi lebih dari 1000 narapidana.
Menkumham Amir Syamsuddin menjelaskan pada APBN 2012 lalu pihaknya mengajukan anggaran sebesar Rp.8,3 triliun, namun yang dipenuhi Rp.6,9 triliun. Ia berharap kekuranganya sebesar Rp.1,3 triliun dapat diberikan dalam penetapan APBNP 2012 yang akan segera diputuskan. Anggaran menurutnya akan digunakan diantaranya untuk pembangunan Rutan dan Lapas baru sesuai Inpres 2010 dan memperbaiki 3 unit yang rusak akibat bencana dan kerusuhan. (iky)