RUU Cipta Kerja Berpotensi Abaikan Kewajiban Negara Lindungi Petani

02-06-2020 / KOMISI IV
Anggota Komisi IV DPR RI Slamet. Ist/Man

 

Anggota Komisi IV DPR RI Slamet menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja berpotensi untuk mengabaikan kewajiban negara dalam melindungi petani. Pembahasan RUU Cipta Kerja sendiri saat ini telah memasuki babak baru dengan mendengarkan masukan dari banyak pakar melalui Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Muncul kekhawatiran dari publik seandainya RUU tersebut disetujui dan menjadi Undang-Undang.

 

"RUU Cipta kerja ini berpotensi mengabaikan kewajiban negara untuk melindungi petani dalam negeri, paling tidak dengan dihapusnya tiga pasal penting dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani," ucap Slamet dalam siaran persnya, Senin (1/6/2020).

 

Legislator Fraksi PKS itu menjelaskan, tiga pasal penting dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani tersebut, salah satunya membahas terkait pengaturan impor komoditas pertanian sesuai dengan musim panen dan/atau kebutuhan konsumsi dalam negeri. "Ketentuan ini jelas ditujukkan untuk melindungi petani Indonesia. Jika ketentuan ini dihapuskan, maka petani kita yang paling akan merasakan dampaknya," tegas Slamet.

 

Dikatakannya, importasi komoditas pertanian memasuki sebuah fase yang cukup mengkhawatirkan, dimana hampir setiap tahun Indonesia mengimpor komoditas pertanian dalam jumlah yang cukup besar, semisal bawang putih (448 ribu ton), beras (2,14 juta ton), gula (4,6 juta ton), dan jagung (587 ribu ton).

 

Slamet menuturkan, dirinya mengaku tidak anti sepenuhnya terhadap aktivitas impor. Sebab, memang terkadang impor dibutuhkan untuk menstabilkan harga pasaran komoditas tertentu. Tetapi perlu diingat, lanjutnya, bila pengaturan impor dihilangkan maka akan merugikan negara. "Setidaknya dalam dua sudut pandang, yakni kedaulatan negara dan tentu saja neraca perdagangan yang akan terus tertekan," tambahnya.

 

Ia mengungkapkan, terkait kedaulatan negara, tentu itu menjadi hal yang sangat penting mengingat pada konstitusi negara Indonesia, di mana sektor pertanian merupakan cabang produksi penting yang wajib dilindungi. "Tujuannya adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dari potensi penjajahan melalui pangan, apalagi di saat Pandemi Covid-19 saat ini ketahanan pangan dalam negeri menjadi prioritas utama yang harus dijaga," pungkasnya. (dep/es)

BERITA TERKAIT
RAPBN 2026 Alokasikan 164 Triliun untuk Ketahanan Pangan, Komisi IV Akan Kawal Ketat
21-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Panggah Susanto menegaskan, pihaknya akan mengawal ketat alokasi anggaran ketahanan pangan...
Daniel Johan Usul Pemerintah revisi PP yang Beratkan Ekosistem IHT
20-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan mengusulkan pemerintah segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2024, khususnya...
Johan Rosihan Harap RAPBN 2026 Cerminkan Komitmen Pemerintah Soal Kedaulatan Pangan
20-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan meminta komitmen Pemerintah terhadap kedaulatan pangan agar benar-benar tercermin dalam...
Stok Beras Melimpah tapi Harga Tetap Mahal, Daniel Johan: Sangat Ironi!
15-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Belum lama ini Ombudsman RI yang mengungkap temuan adanya tumpukan beras impor tahun 2024 lalu yang sebagian...