Pelaksanaan UU 11-2006 Dinilai Lamban
Wakil Ketua DPR Bidang Koorpolhukam Priyo Budi Santoso yang juga sekaligus Ketua Tim Pemantau Pelaksanaan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, mengatakan, bahwa Pemerintah masih lamban dalam melahirkan berbagai aturan pelaksanaan Undang-Undang tersebut. Sehingga implementasi dan pelaksanaannya terkesan amat lamban.
Pernyataan tersebut disampaikan saat pertemuan Deks Aceh/Tim Pemantau UUPA DPR dengan Gubernur Aceh, Pangdam IM, Kapolda Aceh, Kejati Aceh, Para Bupati/Walikota, Kepala SKPA, instansi vertical dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), di Gedung Serbaguna Kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, Kamis (12/5) dini hari.
Ketua Tim Pemantau Pelaksanaan UUPA Priyo Budi Santoso mengatakan, kunjungannya kali ini adalah kunjungan yang kedua kalinya, yang pertama pada bulan Juli 2010 lalu untuk maksud dan tujuan yang sama, yaitu dalam rangka memantau pelaksanaan implementasi Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dalam Kunjungannya kali ini Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso juga mengikutsertakan Penasehat KPK, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dari Jakarta.
Menurutnya, hal tersebut agar Tim Pemantau Implementasi UUPA dari DPR dapat dipantau, setelah UU ini diundangkan dan dijalankan apakan pemerintah pusat telah melaksanakan dengan serius sepenuhnya isi dari UUPA tersebut, misalnya tentang penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) yang merupakan turunan dari UUPA.
Berdasarkan hasil evaluasin Tim DPR yang berkunjung ke Aceh pada tahun lalu, sampai sekarang dari 10 Peraturan Pemerintah (PP) yang harus dilahirkan, baru dikeluarkan 3 PP, sedangkan Perpres baru satu dari tiga yang diharuskan, “ini artinya pemerintah masih sangat lamban dalam menjalankan UUPA”, kata Priyo.
Priyo Budi Santoso juga mengemukakan bahwa tujuan yang kedua kali ini adalah dalam rangka memantau pelaksanaan dan penggunaan dana otsus yang diberikan sejak tahun 2008 sampai dengan 2010, apakah sudah sesuai dengan UUPA apa belum, mengingat dana Otsus Aceh lebih dari pada Papua. Karena, hasil audit BPK terhadap penggunaan dana Otsus di Papua, banyak ditemukan dugaan penyalahgunaan dan bahkan penyelewengan, kata Priyo.
Untuk itu, kunjungan kedua Tim DPR ini ke Aceh membawa pejabat BPK dan penasehat KPK dari pusat untuk melihat sendiri hasil pembangunan yang menggunakan dana Otsus, baik yang dilakukan Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota, apakah sesuai dengan perintah UUPA atau tidak.
Selanjutnya, untuk melihat kembali hasil pelaksanaan rehab rekon yang telah dilakukan Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) NAD-Nias pascatsunami 2004 lalu, apakah semuanya sudah sesuai dan memberikan manfaat kepada rakyat Aceh. “Dari laporan para Bupati dan Walikota, LSM, dan Lembaga lainnya, sampai saat ini masih banyak korban tsunami didaerahnya yang belum menerima bantuan rumah” kata Priyo.
Sedangkan tujuan selanjutnya adalah untuk melihat persiapan pemilihan 18 kepala daerah secara serentak termasuk Gubernur dan Wali Kota. Tim DPR sangat berharap KIP, Pemerintah Aceh DPRA, dan aparat keamanan, seperti Pangdam, Kapolda dan Kejati mendukung sepenuhnya pelaksanaan Pilkada, agar bisa tepat waktu, dan sesuai dengan yang direncanakan.
Sementara itu, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menanggapi berbagai hal kritikan, saran dan seruan Tim Pemantau Implementasi UUPA dari DPR, Irwadi mengatakan implementasi UUPA telah berjalan, namun untuk turunan peraturan dan Perpresnya belum seluruhnya diselesaikan pemerintah pusat.
Terkait dengan pelaksanaan dan penggunaan dana Otsus, dirinya telah melakukan sesuai dengan perintah UUPA, termasuk program untuk Otsus Kabupaten/Kota hanya boleh digunakan untuk enam bidang, yaitu perbaikan dan pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi, kesehatan, sosial budaya dan keistimewaan Aceh,” kata Irwandi Yusuf. (Spy).foto:sp