Upaya Pemerintah Tangkal Radikalisme Belum Tuntaskan Akar Masalah

22-11-2019 / KOMISI III
Anggota  Komisi III DPR RI Achmad Dimyati. Foto : Ayu/mr

 

Usai mengikuti rapat dengar pendapat dengan jajaran Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Anggota  Komisi III DPR RI Achmad Dimyati  mengatakan, sejauh ini masih terlalu banyak seremonial-seremonial yang dilakukan pemerintah dalam menangkal terorisme dan radikalisme ekstrim, namun hal tersebut tidak menyelesaikan masalah hingga akarnya.

 

“Pemerintah jangan terlalu banyak seremonial seperti membuat surat keputusan bersama 11 menteri atau program-program yang membuat ada anggaran dan program baru yang prosesnya menjadi panjang dan ruwet,” kata Achmad Dimyati dalam berita rilisnya, Jum'at (22/11/2019).

 

Legislator Fraksi PKS itu menambahkan, faktor utama seseorang terpapar radikalisme ekstrim diakibatkan oleh ketidakpahaman secara menyeluruh akan ilmu agama, ketidakstabilan emotional quotient dan spiritual quotient, serta ketimpangan ekonomi, sehingga menjadi ekstrim dan main hakim sendiri terhadap sesuatu hal yang dianggapnya salah.

 

Dikatakannya, ada beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah, khususnya pihak Kepolisian, yaitu mendorong dilakukannya deradikalisasi dan pendidikan kepada masyarakat dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, kyai, dan ulama yang dilakukan secara efektif dan bukan bagi-bagi program atau anggaran.

 

Dimyati menyampaikan, early warning atau sistem deteksi dini sebenarnya bisa dilakukan oleh kepolisian dengan cara berkoordinasi guna mengaktifkan aturan lapor 1x24 jam bagi para tamu, serta memantau dengan serius dan membina daftar hitam atau merah yang semua datanya dimiliki oleh kepolisian dan Badan Intelijen Negara (BIN).

 

Ia mengatakan, caranya adalah terlebih dahulu melakukan koordinasi secara aktif bersama pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mempunyai wewenang hingga ke tingkat RT dan RW melalui pemerintah daerah, kecamatan, desa, kepolisian, dan juga struktur kelembagaan pemerintah yang sama dalam satu cakupan wilayah.

 

“Polri jangan memberikan ruang pada daftar hitam atau merah. Pemerintah sebagai eksekutif atau eksekutor mestinya mengajak tokoh-tokoh mayarakat, tokoh agama, kyai, ulama, untuk bersama-bersama terlibat melakukan deradikalisasi dan pendidikan keepada masyarakat, khususnya pada mereka yang masuk daftar hitam atau merah. bukan bagi-bagi program atau anggaran tapi benar-benar bekerjasama dengan efektif," tandasnya. (dep/es)

BERITA TERKAIT
DPR Tegaskan Guru Bukan Beban Negara, Usia Pensiun Tetap Ideal
21-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menegaskan bahwa guru merupakan aset bangsa yang harus terus didorong...
Aparat Diminta Tindak Tegas Pelaku TPPO Anak yang Dieksploitasi Jadi LC
20-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez merasa prihatin sekaligus geram menanggapi kasus eksploitasi seksual dan tindak...
Komisi III Minta KPK Perjelas Definisi OTT dalam Penindakan
20-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menekankan pentingnya kejelasan terminologi hukum yang digunakan Komisi Pemberantasan...
Martin Tumbelaka: KPK Harus Independen, Dorong Pencegahan dan Penindakan Korupsi
20-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Martin Tumbelaka menegaskan pentingnya menjaga independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekaligus mendorong...