KOMISI VIII BERTEKAD BERI PERLINDUNGAN BAGI WARGA MUSLIM

24-02-2011 / KOMISI VIII

 

 

Komisi VIII DPR bertekad memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga Indonesia yang mayoritas Muslim dari makanan yang dikonsumsi. Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi VIII Mahrus Munir (F-PD) saat Rapat Dengar Pendapat Umum Panja RUU Jaminan Produk Halal (JPH) Komisi VIII  dengan Kadin, IPMG, GAPMMI, GPFI, Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia, dan Asosiasi Franchise Indonesia di Gedung DPR Jakarta, Kamis (24/2)

Mahrus berharap RUU JPH bisa menjadi UU yang memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat tidak hanya menguntungkan satu golongan saja.

Mahrus juga memberikan  apresiasi atas koordinasi terpadu yang telah dilakukan KADIN dengan para produsen makanan, obat-obatan, dan kosmetika sehingga tercapai sebuah kesepakatan dan pemahaman yang sama dalam membahas RUU JPH tersebut.

            Sedangkan Anggota Komisi VIII, Adang Ruchiatna Puradiredja (F-PDI Perjuangan) mengatakan bahwa komisinya tidak akan terburu-buru mencari masukan dalam membahas RUU JPH yang sedang berjalan, karena khawatir kelak UU yang telah disahkan tidak efektif serta memberatkan masyarakat.

            Disamping  memikirkan efek samping yang akan ditimbulkan dari kebijakan yang diambil DPR, Adang melihat selama ini UU yang telah disahkan DPR kerap tidak berjalan efektif bahkan cenderung memberatkan masyarakat.

Selain itu, belum jelasnya kementerian yang bakal mengkoordinir permasalahan tersebut,  membuat DPR khususnya Komisi VIII hati-hati dalam mengambil sikap.

            “Beberapa kali kami membuat UU kemudian tidak jalan, selain itu efek-efek yang bakal terjadi juga harus dipikirkan, makanya kami tidak tergopoh-gopoh mencari masukan untuk pembahasan RUU ini. Ketidakjelasan lembaga yang mengurusi sertifikasi ini juga menjadi masalah. Kementerian Agama sudah banyak kerjaannya,” imbuh Adang.

            Dalam pertemuan itu, Adang juga mempertanyakan perlindungan terhadap produsen jika sertifikasi halal jadi diterapkan pada semua produsen produk baik makanan, obat-obatan, maupun kosmetika.

            “Jika jaminan sertifikasi halal bersifat mandatory (wajib) maka akan berdampak pada produsen penghasil produk makanan non halal yang memang diperuntukkan bagi konsumen non Muslim. Ini akan memberikan konsekuensi pada iklim investasi dan kondisi tenaga kerja Indonesia, bagaimana KADIN menyikapi kasus ini?,” ujarnya. (da/sc)

BERITA TERKAIT
Maman Imanulhaq Dorong Kemenag Perkuat PAUD Qu’ran
14-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq mendorong Kementerian Agama (Kemenag) untuk memperkuat posisi Pendidikan Anak Usia...
Legislator Komisi VIII Dorong Peningkatan Profesionalisme Penyelenggaraan Haji
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Surabaya - Anggota Komisi VIII DPR RI Inna Amania menekankan pentingnya efektivitas dan profesionalisme dalam penyelenggaraan ibadah haji. Hal...
Selly Andriany Ingatkan Pentingnya Harmoni Sosial Pasca Perusakan Rumah Doa di Sumbar
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Menanggapi insiden perusakan rumah doa umat Kristiani di Sumatera Barat, Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany...
Selly Andriany Minta Penindakan Tegas atas Perusakan Rumah Doa GKSI di Padang
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, menyayangkan aksi intoleransi yang terjadi di Padang, Sumatera Barat,...