Saatnya Merevisi UU Narkotika
Anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Al Habsy. Foto: Husen/jk
Angka kasus penyalahgunaan narkotika terus meningkat. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di sejumlah daerah over kapasitas dengan narapidana kasus narkoba. Langkah pencegahan belum optimal dilakukan para penegak hukum. Melihat fakta ini, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sudah saatnya direvisi.
Anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Al Habsy menyampaikan hal ini usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Kapolda Kalimantan Selatan (Kalsel), di Banjarmasin, Rabu (19/12/2018). Menurutnya, banyak poin krusial yang harus direvisi dalam UU Narkotika tersebut. Dan untuk menghindari over kapasitas Lapas oleh narapidana narkoba, mestinya ada pemisahan perlakuan bagi narapidana yang membutuhkan rehabilitasi.
"Soal narkoba masih mengerikan. BNNP dan Direktorat Narkoba Polda harus bekerja keras. Eksekusinya juga harus berani. Harus ada tindakan keras sesuai aturan. Soal over kapasitas Lapas kita sedang berpikir tentang rehabilitasi narapidana. UU Nomor 35 Tahun 2008 pun sudah membutuhkan perubahan," ujar legislator dapil Kalsel itu.
Ditegaskannya, pencegahan kasus narkotika belum bisa optimal selama UU Nomor 35 Tahun 2009 masih seperti sekarang. Lalu, Lapas yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Selatan perlu direlokasi dari tengah kota ke tempat yang lebih baik. Namun, Anggota F-PKS ini, mengapresiasi apa yang sudah dilakukan Polda Kalsel dalam memberantas kriminalitas termasuk kasus narkoba.
"Saya apresiasi Kapolda yang sudah banyak menyelesaikan kasus-kasus kriminal. Dan kondisi yang dihadapi Kalsel secara politik cukup kondusif dan signifikan. Ini semua jadi catatan penting Komisi III," papar Habib sapaan akrab Aboe Bakar. Pada bagian lain, ia juga menyorot kasus tindak pidana korupsi yang meningkat di Kalsel.
Kepala Kejaksaan Tinggi Kalsel yang ikut hadir dalam pertemuan di Mapolda Kalsel, merilis data terakhir. Ada 77 kasus Tipikor yang ditangani dari sebelumnya hanya 25 kasus Tipikor. Ini jadi pertanyaan semua pihak. Angka 25 kasus Tipikor itu terjadi pada rentang tahun 2016 sampai dengan 2017. Pada 2018 ini terjadi lonjakan signifikan. Ini jadi catatan dan perhatian penting Komisi III DPR. (mh/mp/sf)