Jangan Sampai Impor Jagung Ditunggangi Pelaku Bisnis

07-02-2018 / KOMISI VI

Anggota Komisi VI DPR RI Nasril Bahar foto : Andri/mr.

 

 

Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana akan melakukan impor jagung. Kemendag mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Jagung. Impor jagung dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Persetujuan Impor (PI) jagung sebanyak 171.660 ton yang diteken pada 17 Januari 2018 lalu.

 

Anggota Komisi VI DPR RI Nasril Bahar menyatakan dalam APBN  2018 ada sekitar Rp 33 triliyun  subsidi untuk pangan dan di sana termasuk juga jagung. Subsidi ini diperuntukkan untuk mencapai target-target tertentu di dalam mencukupkan kebutuhan dalam negeri.

 

“Anggaran yang digelontorkan untuk subsidi ini tentunya berkaitan tentang harga dan kecukupan. Dari kecukupan tersebut ternyata kita kekurangan, maka kebijakannya adalah impor. Nah yang menjadi tanda tanya kita hari ini adalah ada disparitas (perbedaan) harga barang komoditi impor dan barang lokal,” ujarnya saat ditemui oleh Parlementaria usai Rapat Dengar Pendapat dengan Sekjen Kementerian Perdagangan, Sekjen Kementerian Perindustrian dan Sesmen Kementerian Koperasi dan UKM di ruang rapat Komisi VI DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (07/2/2018)

 

Lanjut Nasril, dalam kacamata ekonomi, kebijakan impor ini yang dikejar oleh para pemburu rente (bunga uang). Ada kesenjangan harga yang cukup banyak sehingga memberikan keuntungan bagi para pelaku-pelaku bisnis. Ini yang dimasukkan kedalam pemikiran Kemendag bahwa kita kekurangan pangan jagung.

 

“Sekarang ada something wrong di data. Kita tidak mencukupkan data untuk mengambil sebuah keputusan dan kebijakan. Kita hanya mendapatkan informasi terhadapat kondisi yang ada. Misalnya ternyata di lapangan kita kurang dan harus impor dan itu benar di suatu titik. Namun, ada beberapa titik pasar dan posisi pergudangan masyarakat yang tidak dilihat. Kita kan punya data produksi di BPS sehingga ini bisa tersinkronkan. Sehingga persoalan klasiknya, Indonesia doyan impor pangan tetap terjadi,” ungkap Nasril.

 

Politisi PAN ini menjelaskan, bahwa ke depannya ada rencana untuk melakukan rapat kerja gabungan Komisi VI dan Komisi IV serta lintas kementerian dan lembaga seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Perum Bulog dan PT Perusahaan Perdaganan Indonesia (PT PPI) untuk membahas hal ini.

 

“Karena itu kita harus cari tahu berapa sesungguhnya kebutuhan, berapa produktivitas kita dan berapa kekurangan kita. Jangan-jangan itu berlebih. Ini yang harus kita cari tahu. Kalau ternyata surplus dan kita impor maka harga akan turun dan petani yang dirugikan,” pungkas pria dari dapil Sumatera Utara III ini. (mhr/sc)

BERITA TERKAIT
Rivqy Abdul Halim: BUMN Rugi, Komisaris Tak Layak Dapat Tantiem
19-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim menegaskan dukungan atas langkah Presiden Prabowo Subianto menghapus tantiem...
KAI Didorong Inovasi Layanan Pasca Rombak Komisaris dan Direksi
15-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menyambut baik pergantian Komisaris dan Direksi PT Kereta Api Indonesia...
Puluhan Ribu Ton Gula Menumpuk di Gudang, Pemerintah Harus Turun Tangan
11-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menyoroti kondisi sejumlah gudang pabrik gula di wilayah Situbondo dan...
Koperasi Merah Putih adalah Ekonomi yang Diamanahkan Oleh Founding Fathers Kita
06-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta– Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih didorong oleh kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui pendekatan ekonomi kerakyatan yang...