Kekerasan Seksual Perempuan dan Anak Masih Tinggi

23-10-2017 / KOMISI VIII
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Iskan Qolba Lubis, foto : singgih/az

 

Kekerasan terhadap perempuan  dan  anak menempati urutan pertama, bahkan saat ini Indonesia berada pada darurat  kekerasan. Data menujukkan bahwa empat  tahun terakhir  pada 2014 sampai 2017 ini  kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai lebih dari 50 persen dari seluruh kasus kekerasan yang ada.
 

Berdasarkan  catatan tahun 2017 Komnas Perempuan, ditemukan data  ada 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2016, yang terdiri dari 245.548 kasus bersumber pada data kasus/perkara yang ditangani oleh 359 Pengadilan Agama, serta 13.602 kasus yang ditangani oleh 233 lembaga mitra pengada layanan, tersebar di 34 Provinsi.

Data perkosaan juga menunjukkan sebanyak 135 kasus dan menemukan bahwa pelaku kekerasan seksual tertinggi di ranah KDRT/personal adalah pacar sebanyak 2.017 orang. Kekerasan di ranah komunitas mencapai angka 3.092 kasus (22%), di mana kekerasan seksual menempati peringkat pertama sebanyak 2.290 kasus (74%), diikuti kekerasan fisik 490 kasus (16%) dan kekerasan lain di bawah angka 10%; yaitu kekerasan psikis 83 kasus (3%), buruh migran 90 kasus (3%); dan trafiking 139 kasus (4%). Jenis kekerasan yang paling banyak pada kekerasan seksual di ranah komunitas adalah perkosaan (1.036 kasus) dan pencabulan (838 kasus).

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Iskan Qolba Lubis di Manado sampaikan bahwa sampai saat ini masih adanya kekosongan hukum yang menjadi celah kriminalisasi dan reviktimisasi (penderitaan, baik secara fisik  maupun  psikis  atau  mental  berkaitan  dengan  perbuatan  pihak  lain), Jumat (20/10/2017).

Lebih lanjut Iskan tegaskan bahwa belum tersedianya mekanisme pemulihan dalam makna luas bagi korban, serta  belum tersedia mekanisme untuk memastikan pelaku  tidak mengulangi perbuatannya dan menghapuskan rantai impunitas pelaku. 

"Sehingga pembentukan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual  ini  perlu  segera  hadir  untuk menjawab berbagai persoalan yuridis dimana sejumlah peraturan perundang-undangan yang tersedia dirasakan belum sepenuhnya mampu merespon fakta kekerasan seksual yang ditemukan," ungkapnya.

Politisi PKS ini juga berharap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual harus bisa menjadi solusi atas permasalahan kekerasan seksual yang terjadi saat ini dan ke depannya. (skr/sc) 

BERITA TERKAIT
Maman Imanulhaq Dorong Kemenag Perkuat PAUD Qu’ran
14-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq mendorong Kementerian Agama (Kemenag) untuk memperkuat posisi Pendidikan Anak Usia...
Legislator Komisi VIII Dorong Peningkatan Profesionalisme Penyelenggaraan Haji
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Surabaya - Anggota Komisi VIII DPR RI Inna Amania menekankan pentingnya efektivitas dan profesionalisme dalam penyelenggaraan ibadah haji. Hal...
Selly Andriany Ingatkan Pentingnya Harmoni Sosial Pasca Perusakan Rumah Doa di Sumbar
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Menanggapi insiden perusakan rumah doa umat Kristiani di Sumatera Barat, Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany...
Selly Andriany Minta Penindakan Tegas atas Perusakan Rumah Doa GKSI di Padang
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, menyayangkan aksi intoleransi yang terjadi di Padang, Sumatera Barat,...