KOMISI VI DESAK PEMERINTAH BUAT KEBIJAKAN PENINGKATAN DAYA SAING
Dalam menghadapi Free Trade Agreement (FTA), komisi VI DPR RI mendesak pemerintah untuk membuat kebijakan peningkatan daya saing industri dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Untuk itu perlu pengamanan pasar dalam negeri, penguatan daya saing ekspor serta memperkuat infrastruktur logistik, gas bumi dan listrik.
Hal itu terungkap dalam Rapat Kerja Komisi VI yang pimpin Ketua Airlangga Hartarto dengan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Perindustrian M.S. Hidayat, Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hassan, Menteri BUMN Mustafa Abubakar dan Kepala BKPM Gita Wirjawan, Senin (24/5), di gedung DPR, Jakarta.
Menurut Airlangga Hartarto peningkatan daya saing industri yang kalah bersaing dalam periode perdagangan bebas, yaitu industri mainan, jamu, kosmetik, alas kaki, dan baja. Sedangkan industri yang dapat bersaing kopi, kakao, holtikultura, CPO, karet, dan tanaman obat-obatan. Untuk industri yang kalah bersaing, pemerintah mempunyai memperhatikan pembayaran pajak, tenaga kerja, dan melakukan investasi.
Guna peningkatan daya saing perlu suatu kebijakan ekonomi agar industri yang kalah bersaing mampu bertahan hingga mampu bersaing. Dia menjelaskan berdasarkan amanat UUD 1945 Pasal 33, ekonomi Indonesia disusun dan diatur berdasarkan asas kekeluargaan bukan tersusun dan teratur berdasarkan asas pasar bebas. “Prinsip ekonomi nasional menjunjung tinggi keadilan, kelanjutan, lingkungan, dan kemandirian. Proteksi industri merupakan suatu kebijakan yang harus diambil oleh pemerintah,” tegas Airlangga.
Airlangga mengatakan belum melihat adanya kebijakan dari Pemerintah untuk perdagangan, investasi dan perdagangan jasa. Permasalahannya adalah perdagangan bebas pada satu arah yaitu perdagangan domestik. Kita tidak pernah membahas penguatan kemampuan industri berdaya saing pasar ekspor sehingga produk Indonesia mampu menguasai pasar cina, India, dan sebagainya.
Sedangkan sektor industri elektronika yang dianggap telah mampu berdaya saing tinggi, namun lokal investasinya kecil sehingga perlu kebijakan khusus dari pemerintah.
Investasi yang masuk dari Cina dan Hongkong dinilai relative tidak signifikan dibandingkan dengan investasi yang dilakukan oleh pengusaha Indonesia. Sebagai contoh pengusaha di pasar modal yang jumlahnya 396 sudah berkomitmen untuk berinvestasi di Indonesia sebesar 450 triliun. Airlangga mempertanyakan apakah ke 396 perusahaan itu lebih besar dari pada perekonomian cina ? “Terjadi ketidakseimbangan, diperlukan intervensi oleh kebijakan pemerintah,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Anggota Komisi VI Nyoman Dhamantre. Perlu peningkatan saya saing dengan adanya FTA, “Pemerintah harus memiliki kebijakan yang punya daya saing, sehingga persoalan ekonomi khususnya sektor riil tergantung kebapada kebijakan makro yang memiliki daya saing, “ kata politisi dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Untuk itu, koordinasi perlu adanya sinergi antar instansi pemerintah., yang dipandangnya masih lemah. Pemerintah perlu membuat des daya saing, sehingga adanya monitoring, pengkajian, yang dapat memberikan masukan kepada menteri terkait untuk dapat melaksanakan dan membuat kebijakan yang sesuai dalam peningkatan daya saing. (as)