Penerapan Voucher Pangan Beda Konteks Dengan Esensi Keberadaan Bulog
Salah satu dukungan prioritas pencapaian dukungan kedaulatan pangan melalui kebijakan penyediaan subsidi pangan dengan pelaksanaan program beras sejahtera, yang mulai tahun 2017 akan dilakukan pengalihan sebagian subsidi rastra menjadi bantuan pangan dengan mekanisme non tunai atau voucher pangan di 44 kota besar, dengan target sasaran sebanyak 1,4 juta Keluarga Sasaran Penerima Manfaat (KSPM) melalui Kementerian Sosial dan akan disinergikan dengan Program Keluarga Harapan (PKH) sebagai salah satu pelaksanaan fungsi perlindungan sosial.
Setelah mendengar penjelasan teknis dari mekanisme pengalihan sebagian subsidi pangan dan penyaluran bantuan pangan melalui mekanisme non tunai atau voucher pangan yang disampaikan oleh Dirjen Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kemensos, staf Kepresidenan RI, dan Dirut Perum Bulog saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron mengatakan, keberadaan Bulog adalah untuk menstabilkan harga. Sebab stabilisasi harga menjadi instrumen utama, baik stabilitas ditingkat petani maupun ditingkat pasar.
“Kalau dikaitkan antara voucher pangan dengan esensi keberadaan Bulog saat ini, maka beda konteks dan tidak nyambung. Karena stabilitas harga itu dipenuhi oleh keterjaungkauan, ketersediaan dan referenstrasi subsidi yang diberikan kepada masyarakat,” ucap Herman di Gedung Parlemen, Senin (30/01/2017).
Menurutnya, Bulog sebagai instrumen negara yang diberikan tugas oleh pemerintah untuk menyimpan beras dan menyalurkannya kepada orang yang berhak menerimanya, semestinya tidak dirubah menjadi satu bentuk kartu voucher pangan yang menjadi bagian dari penyaluran raskin, sebab memiliki konteks yang berbeda.
“Dengan bantuan pangan ini, malah menambah rumit dipasar. Yang selama ini Bulog dapat mengendalikan dengan raskin, kemudian dikurangi tingkat raskin atau rastranya, tetapi pada sisi lain demand semakin meningkat, karena ada bantuan atau voucher pangan dalam bentuk kartu tersebut,” ujarnya.
Herman menyatakan, kalau anggaran untuk bantuan pangan itu juga mengambil dari bagian yang telah disetujui didalam raskin, maka hal itu menyalahi undang-undang APBN. Bulog ditetapkan di DPR sebagai mitra kerja Komisi IV, sehingga seluruh fungsi dan tugas DPR melekat dengan Bulog. Baik mengenai pengawasan, penganggaran, maupun legislasi. Sehingga setiap Komisi IV DPR membahas terhadap berbagai aspek, maka Bulog selalu dilibatkan.
“Memang ada beberapa persoalan, seperti masalah kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, dan harga, yang akhirnya selalu dijadikan alasan lahirnya bantuan pangan itu,” pungkasnya. (dep), foto : Jay/hr.