Pemerintah Inkonsisten Terhadap PPPA
Komisi VIII mengkritik terhadap kecilnya anggaran Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Besarnya harapan besar diemban oleh Kementerian ini tidak sejalan dengan alokasi anggaran dalam RAPBN-P tahun 2016 sebesar Rp. 707,6 Milyar, dari Pagu Anggaran sebesar Rp.769,3 Milyar.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa mengatakan ada inkonsistensi kebijakan oleh pemerintah dengan melakukan pemotongan anggaran pada Kementerian PPPA. Walaupun pemotongan anggaran tersebut dipandang suatu hal yang penting, namun kondisi yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai darurat kejahatan seksual terhadap anak, seharusnya proporsinya diperbesar bukan dipotong.
“Komisi VIII DPR RI mendesak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI untuk menyampaikan kepada Presiden agar kebijakan penghematan atau pengurangan anggaran Kementerian atau Lembaga tidak dilakukan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI sesuai dengan status darurat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak,” kata Ledia Hanifa, usai Raker Komisi VIII dengan Menteri Negara PPPA Yohana S Yambise, di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (8/6/2016).
Menurut politisi PKS ini, kalau program-programnya bisa dialihkan itu silahkan saja Pemerintah. Tetapi ketika Presiden telah menetapkan bahkan dikeluarkan Perppu yang dalam kondisi darurat semestinya langsung, tapi ini tidak inline antara Bapennas dan Kementerian Keuangan, jadi karena tidak inline maka menyebabkan itu menjadi problem dikemudian hari.
“Selama kebijakannya tidak sejalan, anggaran sebesar apapun menjadi sia-sia, ada sejumlah anggaran yang disiapkan tidak tepat sasaran karena seharusnya bisa diarahkan,” ungkapnya.
Untuk itu, Komisi VIII DPR RI mendesak Menteri Negara PPPA lebih proaktif menjalankan tugas sebagai leading sector semua program yang berkaitan dengan permasalahan perempuan dan anak. Selain itu mengevaluasi program yang sesuai dengan kondisi objektif permasalahan perempuan dan anak, antara lain masalah darurat kekerasan dan kejahatan seksual, pornografi serta pengasuhan anak.(as)/foto:kresno/iw.