RUU Jaskon Diupayakan Selesai Akhir Juni

24-05-2016 / KOMISI V

RUU Jasa Konstruksi (Jaskon) diupayakan rampung pada akhir Juni 2016. RUU inisiatif DPR RI ini akan menggantikan UU No.18/1999 tentang Jaskon. Masih banyaknya kepentingan antara DPR dan pemerintah sempat membuat RUU ini telat dibahas.

 

Demikian terungkap dalam diskusi Forum Legislasi di Media Center DPR, Selasa (24/5). Hadir sebagai pembicara Anggota Panja RUU Jaskon Komisi V DPR Nizar Zahro (F-Gerindra), Yaya Supriyatna (Direktur Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jaskon, dan Drajat Hoedajanto (mantan Ketua Umum Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia). 

 

“Kita ingin RUU ini memiliki pasal-pasal yang berbobot dan bermanfaat,” ujar Nizar dalam diskusi tersebut. Setidaknya ada tiga masalah krusial dalam RUU ini, yaitu menyangkut badan registrasi, kriminalisasi, dan nama RUU ini. Masalah yang terakhir sudah selesai dengan nama Jasa Konstruksi. Sebelumnya sempat ada yang mengusulkan penambahan nama, yaitu “Usaha Jasa Konstruksi”. 

 

Menurut Nizar, bila diberi nama “usaha”, kelak akan banyak RUU yang diusulkan dengan menggunakan nama usaha, seperti usaha arsitek, usaha konsultan, dan lain-lain. Soal kriminalisasi Jaskon, lanjut Nizar, ini terkait dengan masalah kontrak pekerjaan. RUU ini akan merumuskan pasal-pasal kontraknya dengan jelas. 

 

Diungkapkan pula oleh Nizar, ternyata Indonesia mengalami masalah dengan sertifikasi para ahli konstruksi. Sertifikasi Indonesia tidak diakui di negara-negara ASEAN. Ini masalah serius. Untuk itu, ada badan sertifikasi Jaskon yang dibentuk berdasarkan UU. Kualitas para ahli konstruksi Indonesia harus didasarkan pada acuan internasional.

 

Sementara itu, Yaya Supriyatna mengapresiasi usul inisiatif DPR dalam merumuskan RUU ini untuk menggantikan UU lama. Banyak yang perlu ditingkatkan di sektor konstruksi. Dan RUU ini mencoba menyesuaikan diri dengan aturan internasional. RUU Jaskon, lanjut Yaya, harus mampu memberi nilai tambah secara berkelanjutan. 

 

Drajat Hoedajanto sebagai praktisi konstruksi berpendapat, ahli konstruksi Indonesia belum mampu bersaing dengan negara-negara tetangga. Umumnya, pendidikan ahli konstruksi Indonesia hanya S1. Banyak ahli konstruksi Indonesia justru mendapat sertifikasinya dari Malaysia atau Singapura untuk bisa bersaing dan bekerja di negara-negara Timur Tengah. Persoalan ini harus menjadi perhatian serius DPR dan pemerintah yang sedang membahas RUU tersebut. (mh) foto: Andri/hr.

BERITA TERKAIT
Biaya Transportasi Tinggi, Komisi V Dorong Desain Ulang Integrasi Moda Transportasi
06-08-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Andi Iwan Darmawan Aras berpandangan tingginya biaya transportasi yang dialami masyarakat...
Zero ODOL Berlaku 2027, Syafiuddin Minta Pemerintah Lakukan Sosialisasi Masif
05-08-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Syafiuddin, menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan penerapan zero Over Dimension Over Loading...
Saadiah Tegaskan Pentingnya Ketahanan Air di Wilayah Kepulauan
04-08-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI, Saadiah Uluputty melakukan kunjungan kerja ke Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku, Sabtu...
Jembatan Pulau Balang yang Akan Jadi Rest Area Harus Fokus Pada Keselamatan
30-07-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, IKN – Jembatan Pulau Balang di Penajam Paser Utara (PPU), yang menjadi penghubung vital antara Kota Balikpapan dan Kawasan...